Review
Series 'The Good Place' (plus
curcol tentunya)
Jadi,
karena aku lagi jadi pengangguran setelah kontrak diputus mendadak, alhasil aku
melampiaskan kekesalanku (?) dengan nonton ‘The Good Place’. Sebenernya aku udah
nonton dari bulan-bulan kemarin tapi baru nonton season 1 & 2. Karena penasaran gimana kelanjutan ceritanya, akhirnya aku tonton deh dari awal mulai season 1 sampai season 4. Soalnya udah agak-agak lupa ceritanya gimana. Daripada bingung, mending nonton dari awal.
Baiklah, mari ngomongin series
ini. Kalau semisal kamu seorang spiritualis yang concern sama soul,
‘The Good Place’ ini series yang cocok banget buat ditonton. Aku bisa
nebak siapa pun penulis naskahnya, dia pasti telah mengalami spiritual awakening.
Kenapa aku bisa berpikir begitu (istilahnya sok kenal banget Iu) soalnya orang-orang
yang mengalami spiritual awakening itu… they can’t judge.
Mereka tau setiap jiwa itu bertumbuh dan belajar selama di bumi, karena itu
tugas mereka. Mereka gak bisa memihak antara hitam atau putih karena semua ada
porsinya masing-masing. Istilahnya sih non-duality gitu ya. Jadi semua
jiwa berhak belajar dan bertumbuh. Itu yang mereka percayai. Untuk masalah apa
yang mesti dipelajari jiwa, itu tergantung pilihannya mau belajar apa. Apa
belajar memaafkan, melepaskan, mencintai, macam-macam pokoknya.
Nah, udah paham kan? Bisa
lihat kesamaannya dengan cerita ‘The Good Place'? Awalnya, empat tokohnya yang
seharusnya ada di the bad place (sebut aja neraka) diusahakan supaya
bisa ke the good place (sebut aja surga). Tapi kenapa? Apa gunanya?
Sementara waktu jadi manusia, empat tokoh ini gak punya kualifikasi buat
dimasukin ke surga (istilahnya poinnya kurang). Nah, tau kenapa? Karena konsep
spiritualis itu yang menganggap semua jiwa berhak belajar dan bertumbuh,
makanya mereka berhak ke surga. Tentunya gak mudah ya jadi butuh pengorbanan
yang gak sedikit juga.
Hmm, eniwei, kebanyakan para
penulis itu smart dan otaknya rich. Maksudnya, mereka pinter aja
gitu bikin kiasan atas apa yang mereka mau sampaikan dengan bahasa yang mudah
dipahami, dengan mempertimbangkan karakter, plot, opening, ending,
wah… pokoknya artsy (?) bangetlah. Sebagai orang yang suka baca,
kuanggap keahlian itu hebat sih soalnya aku gak ahli melakukannya haha.
Nah, itu yang kulihat dari ‘The
Good Place’. Penulis skenarionya smart dalam menyampaikan apa yang dia
pikirkan di series ini. Porsinya pas, komedinya dapet, selalu ada
kejutan di tiap ending-nya pula. Well, itu semua gak mungkin
ditulis oleh orang yang gak ahli di bidangnya. Intinya… bravo! Kalau
diibaratkan Nex Carlos sih, dia ngacungin jempol pake bekson legendaris ‘jedesh
jedesh’ buat muji haha.
Oke, mari fokus, balik ke ‘The
Good Place’. Mempertimbangkan dari segala aspek, series ini bener-bener
menarik dan outstanding. Aku suka amanat ceritanya di mana semua orang
berhak mendapat ketenangan jiwa. Aneh sih, tapi itulah yang kuliat di ending-nya
di mana para tokohnya merasa damai dan ngelewatin pohon. Fyi, jiwa tuh ada
tingkatannya gitu. Btw ini aku gak ngarang ya, semua tentang jiwa ini aku dapet
dari yutub. Aku menyampaikan apa yang pernah aku tonton. Nah, jiwa yang
istilahnya udah ‘lulus’, mereka akan membimbing manusia. Kalau di orang Jawa
ada istilahnya tapi aku lupa namanya. Kalau bahasa asiknya (?) sih guardian
angel. Eleanor pernah bilang ada suara di kepalanya yang berbisik supaya
dia gak ngelakuin yang gak bener. Nah itu jiwa yang tugasnya membimbing
manusia. Cocok sama ending-nya kan waktu ada kunang-kunang menyelusup
(?) masuk ke orang yang nganter surat ke Michael? Konsep para spiritulis memang
seperti itu. Para jiwa yang udah ‘lulus’ akan membimbing jiwa-jiwa yang masih muda
yang masih tinggal di dunia supaya mereka berbuat kebaikan.
Btw, penasaran gak sih kenapa
hakim suka nonton? Buat apa gitu dia diceritain suka nonton? Berhubung aku suka
berteori (eeaak) aku mau menuliskan apa yang kupikirkan tentang si hakim. Hmm,
sadar gak hakim ini perlambang sang pencipta? Pas dia mau bikin bumi kiamat gara-gara
kesalahan sistem, sumpah itu lucu banget! Gak kebayang aja gitu mendadak dunia
kiamat gara-gara kesalahan sistem haha.
Oke, fokus lagi. Sering
denger kan istilah ‘dunia itu panggung sandiwara’? Nah, aku selalu berpikir
sang pencipta ini suka drama. Bukan dalam artian yang buruk lho ya. Ini berkaca
dalam pengalaman pribadi di mana hidupku ada dramanya yang gak mau kuinget-inget. Intinya, penulis ingin menunjukkan hal tersebut tapi tetep lewat komedi
nan geje. Bahwa kita-kita ini yang masih ada di dunia sedang ‘dilihat’ sama
sang pencipta. Begitu…
Ada satu lagi yang bikin aku
penasaran banget, yaitu katak yang jadi kesukaan penjaga pintu. Aku lupa pintu
apa pokoknya yang dia pegang kunci ke dunia manusia itu lho. Kepikiran gak
kenapa di antara jutaan hewan di dunia ini kok dipilihnya katak? Apa spesialnya
katak, coba? Hidup memang penuh teori jadi mari kita teori-in aja.
Katak kan hewan amfibi ya,
dia bisa hidup di air sama di darat. Jadi, itu kayak mau menunjukkan dua dunia,
yaitu dunia manusia dan di akhirat, juga jiwa-jiwa yang sadar kalau mereka
hidup di kedua dunia itu. Inget gak waktu Michael pergi ke dunia manusia berkali-kali
dan mau ikut campur urusan Eleanor dkk? Itu jelas banget metaforanya
reinkarnasi. Eleanor dkk ‘dihidupkan’ kembali supaya jiwa mereka bisa belajar
lagi lewat reinkarnasi. Yah, walau di series-nya mereka kayak mengulang
kehidupan mereka sih, tapi tetep itulah pesan tersirat yang mau disampaikan,
yaitu reinkarnasi. Ini penulisnya yang pinter sih jadi digarap sedemikian rupa.
Chidi pun di series 2 nyebut-nyebut tentang karma. Karma identik banget
dengan reinkarnasi. Soalnya tiap manusia yang mengalami reinkarnasi, dia harus
bayar karma dari kehidupannya dulu.
Seriusan deh, banyak banget
muatan tentang spiritual di series ini sampai aku kaget dan tercengang.
Berhubung aku suka nonton video-video gituan (maksudnya tentang spiritual gitu),
jadi aku sadar dan paham betul semua pesan atau pun metafora di series
ini. Inget gak di episode berapa gitu waktu Chidi bilang: ‘Why? How?’ ke
Michael? Percaya atau gak, itulah yang pertama mau kutanyakan seandainya aku bertemu
sang pencipta. Makanya waktu Chidi bilang itu, aku bener-bener merasa tertohok.
Aneh aja gitu kok bisa ada orang di luar sana yang berpikiran sama sepertiku?
Di series yang kutonton pula? Kalau bukan karena pengalaman hidup dan
perenungan yang panjang, gak mungkin dia sampai kepikiran hal itu. Soalnya itu
merujuk ke rahasia alam semesta, yang mana gak semua orang suka mikirin hal
abstrak kayak gitu. Lagian buat apa mikirin rahasia alam semesta? Apa gunanya,
coba? Gak bikin kenyang juga. Tapi, ada rasa kepuasan tersendiri andai
kita tau. At least, kita paham bagaimana cara dunia ini bekerja.
Kalau ngomongin ‘The Good
Place’ emang susah kalau gak cerita pengalaman atau pandangan pribadi. Aku gak
pernah cerita ke siapa pun soal pandanganku tentang kehidupan, tapi nanti susah
relate-nya sama series ini, jadi aku cerita sedikit aja kali ya.
Jadi, begini. Semua orang
pasti punya masalahnya masing-masing. Istilahnya drama kehidupannya
sendiri-sendiri gitu deh. Aku pun punya dan semua ini diawali waktu aku kecil. Aku
udah normal-normal aja sekarang, tapi pengalaman waktu kecil dulu itulah yang
mengubah diriku dan bikin aku mempertanyakan segalanya. Kenapa begini, kenapa
begitu, pokoknya aku selalu mencari jawaban atas segalanya (bahasa kerennya sih
orang-orang kayak aku ini tipe analitikal jadi apa-apa harus jelas alurnya).
Kalau aku agak pinteran dikit, mungkin aku bakal belajar filsafat kayak Chidi
(sumpah, Chidi itu mirip aku banget). Tapi, karena kapasitas otakku kecil dan
agak bego gini, jadinya aku cuma suka baca aja dan gak pernah belajar dari
ahlinya. Maklumlah, namanya juga sadar diri haha.
Nah, bertahun-tahun lamanya
aku berkutat sama permasalahan pribadi yang gak semua orang tau. Masalahnya
ada, tapi pemecahannya aku bikin sendiri. Sebenernya mudah andai aku ke
psikiater gitu ya. Tapi, zaman dulu gak ada yang kayak gituan dan aku punya trust
issue yang amat besar. Jadi, waktu itu aku merasa seperti diberi
‘tantangan’ untuk menyelesaikan semuanya sendiri. Ini masalahmu, urus sendiri,
gak usah minta bantuan orang lain.
Apa aku gak punya teman buat
diajak bicara? Aku bisa jawab: gak ada. Kalau teman biasa ya ada, tapi buat
bicara dari hati ke hati aku emang gak punya. Seperti yang kubilang aku punya trust
issue yang sangat besar, jadi aku gak bisa percaya sama orang. Aku sadar
semua orang itu berubah dan gak akan stagnan. Bisa aja yang dulunya deket,
karena sesuatu hal, hubungannya jadi renggang. Ya semacam itulah. Aku gak suka
hal-hal semacam itu, karena aku khawatir kalau permasalahanku bocor, itu bakal
jadi bumerang buatku.
Faktor lainnya, entah kenapa
aku selalu deket sama orang-orang yang ngeselin. Pokoknya aku selalu
disituasikan supaya aku ‘sendiri’. Lambat laun, aku sadar itu semua hanya cara
supaya aku menyelesaikan masalahku dulu, baru fokus ke manusia. Di fase itulah,
aku ‘mempelajari’ diriku, orang-orang di sekitarku, sampai aku paham manusia
itu seperti apa, dan apa kaitannya dengan permasalahanku sendiri. Aku mulai
paham perlahan-lahan cara kerja kehidupan seperti apa dan kenapa hidup itu gak
ada yang sempurna.
Puncaknya waktu aku mengalami
spiritual awakening. Aku baca-baca pengalaman orang yang mengalami spiritual
awakening juga, kebanyakan mereka punya pemahaman yang mirip-mirip. Mereka
ditimpa permasalahan dan akhirnya sadar untuk apa permasalahan itu ada. Dari
awal, mereka punya seribu pertanyaan tentang kehidupan dan perlahan-lahan nemu
jawabannya lewat perenungan yang panjang. Kalau dasarnya orangnya pinter,
mereka bisa merumuskannya dengan baik buat membantu orang-orang yang membutuhkan.
Buat yang gak, paling kayak aku yang menyimpannya sendiri. Tapi, pengetahuan
itu gak lekang dimakan waktu, jadi itu berguna buat melanjutkan hidup.
Setelah aku mengalami
fase-fase yang kusebutin di atas, aku bisa bilang ‘The Good Place’ ini series
yang amat personal buatku. Kenapa? Soalnya nyaris semua yang pernah
kupikiran ada di series ini. Makanya, susah bagiku buat gak biased.
Tapi, mau gimana lagi dengan masa laluku yang seperti itu, aku merasa amat relate
sama series ini. Aku bisa paham apa yang penulis skenarionya pengin sampaikan.
Istilahnya kayak satu server gitu deh, jadi langsung klik.
Setelah ngomong panjang-lebar begini, aku cuma mau bilang, ‘The Good Place’ ini
series yang amat bagus. Terlepas dari pengalaman pribadiku, kalau dilihat secara objektif pun, series ini memang layak banget buat ditonton. Aku orangnya ngeselin kalau baca atau nonton sesuatu, pasti kebanyakan komentar ini-itu (kebanyakan mau, kebanyakan kritik gitu deh). Anehnya, pas nonton series ini aku merasa semuanya perfect aja. Gak ada yang bisa kukomenin, karena memang se-perfect itu. Oh, ada yang gak perfect deng. Soalnya kurang panjang. Mau 10 season pun kayaknya aku mau-mau aja nonton demi bisa liat Eleanor haha. Btw, tokoh favoritku dia ya. Aku suka aja tokoh yang nyablak gitu. Ini kalau di psikologi ada istilahnya gitu kita tertarik sama orang-orang yang berbeda dengan kita biar bisa saling melengkapi (eeaaak). Kalau gak salah namanya opposite attraction. CMIIW ya, namanya juga pernah baca doang, bukan mendalami.
Oh ya, 'The Good Place' bisa ditonton di Netflix. Happy watching!
Rating: 5/5 bintang
Agak puyeng sih, tapi menarik juga filmnya aku pernah nonton film yang enggak jauhlah dari genre ini. Judulnya lupa, tentang dua malaikat dari surga dan neraka yang bersahabat. Nah, mereka itu punya misi untuk cari anak iblis yang ada di bumi untuk mencegah hari kiamat. Seru sih yang pasti ada sedikit komedi dan agak horor juga. Banyak plot twistnya pula, terima kasih reviewnya!
ReplyDelete