Nov 7, 2016

Daydreaming 3

0


Nemu tulisan ini di kompie. Biar abadi (?), mari di-post saja di mari :p Anyway, aku udah lama banget gak baca komik semenjak rental di sini bangkrut, jadi gak ngikutin kelanjutan manga favoritku ini. Bisa dibilang Akemi Yoshimura itu mangaka favoritku banget. Aku sudah suka beliau sejak SMP. Malah kalau boleh jujur, alasan aku suka nulis ya karena aku pengin bisa menyampaikan sesuatu seperti beliau. Keren kan gimana bisa seorang mangaka menginspirasi seseorang sepertiku? *halah* :p Yah, semoga sehat selalu ya, Sensei. Jangan tiba-tiba sakit dan mendadak hiatus kayak dulu. Pokoknya, kalau aku bisa ke Jepang, aku mau ke Hokaido. Tunggu aku ya, Sensei. Tungguuu~~ *cium jauh*

***

Daydreaming 3

Yak, karena ada seseorang yang mengaku kehabisan Daydreaming 3 karya Akemi Yoshimura tercinta, maka dengan SENANG-HATI-RIANG-GEMBIRA-SUKA-CINTA *plak* aku spoiler-in ceritanya dari awal sampai akhir. Yah, anggep aja review deh. Aku ngerti banget rasanya gak bisa komik yang disuka banget. Makanya sebagai sesama pecinta komik sejati, kita harus saling berbagi *jeilah* :p Eh, tapi maaf loh yah kalo kepanjangan. Apa daya diri ini emang ember hekekekek.

Oke, di Daydreaming 3 ini ada 4 chappie. Mari kita bahas satu-satu :D

1. Pertarungan Kakak

Ceritanya diawali kemunculan Hatako, kakak Suzuko. Kalo baca volume yang sebelumnya, pasti tahu dong sifatnya? Nah, di sini tiba-tiba dia mendadak jadi rajin kerja sambilan sebagai petugas kebersihan di toko katana. Rupanya dia bersemangat begitu buat mengalahkan Hibari Takato, istri manajer toko katana. Mereka bermusuhan. Hibari ini suka mencari kesalahan Hatako. Karena gak mau kalah, Hatako berusaha bekerja dengan baik supaya gak kena kritik. Hatako juga berniat merebut posisi istri manajer. Suzuko yang tau jelas kaget. Setahunya Hatako suka Akira. Hatako bilang dia tetap menyukai Akira, tapi juga ingin jadi istri manajer karena asetnya banyak. Yah, begitulah, Hatako emang mata duitan sih wkwkwk.

Besoknya, Hatako mendatangi Suzuko di rumah Nenek. Hatako histeris sambil bilang ayahnya akan berhenti mengiriminya uang saku karena akan menikah. Walau Hatako sudah ditawari jadi pegawai tetap di toko katana, dia merasa berhak mendapat uang saku. Suzuko kaget. Dia mengira Hatako kesal karena ayahnya akan menikah lagi. Tapi tau dong Hatako mata duitan sejati, jadi dia keukeuh kagetnya karena akan kehilangan uang saku. Apalagi ayahnya akan menikahi gadis berusia 23 tahun yang notabene lebih muda 30 tahun darinya.

Ternyata gadis yang akan dinikahi ayah Hatako itu pelajar asing yang sekolah di Jepang. Gadis itu sebenarnya sudah lulus dari universitas, tapi ingin melanjutkan belajar di Jepang. Kalo perlu nikah sama orang Jepang juga. Ayah Hatako mengaku dia gak cinta gadis itu. Dia menikahinya karena kasihan dan ingin menolongnya. Jadi, walau entar menikah pun, itu cuma di atas kertas. Mereka gak akan tinggal bersama karena gadis itu harus belajar.

Tiba-tiba Akira datang dan bilang itu pernikahan kamuflase. Intinya, calon istri ayah Hatako ini ingin kewarganegaraan Jepang dengan dalih pernikahan kamuflase itu. Yang mengurus hal tersebut seorang broker. Di Jepang, pekerjaan broker ini berbahaya, misalnya jual-beli paspor Jepang di pasar gelap. Fyi, paspor Jepang adalah paspor paling dipercaya di dunia internasional. Makanya, pernikahan kamuflase ini juga berbahaya. Kalo jadi warga negara Jepang kan gak perlu pulang ke negaranya dan bisa terus tinggal di Jepang. Pernikahan kamuflase begini jelas melanggar hukum. Suzuko minta Hatako mencegah pernikahan itu. Tapi, Hatako bilang ayahnya gak akan mendengarkan. Ayahnya itu orang paling baik sedunia, gumpalan kebodohan. Tipe orang yang baik sampai akhir, mirip seperti Suzuko.

Malamnya, Suzuko jadi ingat kata-kata ibunya. Dulu ibunya pernah bilang kalimat kesukaan ayahnya itu adalah: “Lebih baik ditipu daripada menipu. Daripada menjadi orang yang menipu orang lain, lebih baik aku ditipu dan rugi, sehingga hatiku tidak jadi kotor.” Karena selalu bilang begitu, ayahnya sering dimanfaatkan orang lain dan kena batunya. Hal ini membuat keluarganya khawatir. Akhirnya, tanah dan rumahnya habis karena ditipu. Mungkin hati ayahnya tidak jadi kotor, tapi hati ibunya hancur. Waktu itu sang ibu bilang: “Jangan bilang lebih baik ditipu daripada menipu. Harusnya jangan menipu dan juga jangan ditipu.” Sementara itu, ayahnya bilang manusia tidak sekuat dan sebenar itu. Pada akhirnya, ayah Suzuko hanya melindungi dirinya sendiri. Daripada melindungi keluarganya, dia hanya melindungi dirinya yang tidak benar dan tidak kuat.

Besoknya, Suzuko datang ke apartemen ayahnya. Waktu tiba di sana, dia melihat ayahnya bersama seorang laki-laki di depan pintu. Melihat laki-laki itu membawa amplop, Suzuko langsung teriak kalau dia gak menyetujui pernikahan ayahnya. Laki-laki itu buru-buru lari sambil membawa amplop yang berisi pendaftaran pernikahan. Suzuko mengejarnya. Dia mengambil alat pemadam kebakaran dan menyemprotkannya ke pria itu. Amplop yang dibawanya terbang. Laki-laki itu melarikan diri, tapi identitasnya diketahui karena meninggalkan sidik jari di pintu. Ayah Suzuko pun diintegorasi polisi. Waktu diberi tahu kalau itu pernikahan kamuflase, dia kaget setengah mati. Sejak awal, dia berpikir ini semua untuk menolong orang lain. Gara-gara hal ini, pertemuan Suzuko dan ayahnya pun jadi canggung.

Waktu pulang, Nenek memuji keberanian Suzuko. Tapi dia bilang mengejar orang seperti itu berbahaya, jadi jangan diulangi lagi. Tiba-tiba saja, Hatako telepon. Dia protes kenapa Suzuko gak ngomong tentang uang saku ke ayahnya. Suzuko lupa begitu saja karena ada kejadian heboh itu wkwkwk.

2. Perasaan Kuncup

Musim semi, Suzuko akhirnya lulus kuliah. Walau kelulusannya hal yang membahagiakan, tapi dia belum punya pekerjaan. Sebenarnya ayah Suzuko direktur sebuah perusahaan menengah. Dulu dijanjikan setelah lulus, Suzuko akan pulang ke rumah dan bekerja di perusahaan ayahnya. Masalahnya, Suzuko gak mau berpisah dengan Nenek. Akira mengusulkan cari saja kerja di sini. Hal itu susah dilakukan karena Jepang sedang mengalami resesi, banyak yang gagal mendapat kerja, termasuk Suzuko. Akhirnya, meski terpaksa, Suzuko berencana pulang ke rumah. Waktu menelepon ayahnya, ayahnya bilang gak bisa menerima Suzuko di perusahaannya, karena dia ingin mempekerjakan anak muda yang menjanjikan. Uang saku Suzuko juga akan dicabut sebagai gaji pegawai baru.

Mengetahui kenyataan kelam itu *halah* Suzuko jadi depresi. Dia gak mungkin tinggal di rumah Nenek tanpa bayar uang sewa. Akira malah kesenangan mengetahui Suzuko gak tinggal di rumah Nenek lagi. Masalahnya andai Suzuko pergi, pasti Yoshikage dan Terumitsu (arwah geje yang ada di tubuh Akira) akan pergi menemui Suzuko tanpa Akira tahu. Akira marah-marah deh sama dirinya sendiri wakakakak.

Nenek pun memberi usul. Dia memperbolehkan Suzuko tinggal tanpa perlu membayar uang sewa asal tetap mau membantu Nenek. Suzuko maunya seperti itu, tapi waktu ngobrol sama ibunya, ibunya marah-marah. Dia bilang daripada membantu orang lain, lebih baik membantu ibu sendiri. Ada benarnya juga sih. Namanya juga orang tua yak.

Akhirnya, ibu Suzuko memutuskan kalau Suzuko tetap ingin tinggal di rumah Nenek, dia harus menemukan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan di sana. Bukan pekerjaan gampangan, tapi pekerjaan bergaji bagus untuk biaya makan dan hidup sehari-hari. Deadline-nya pertengahan bulan. Ternyata susah juga dapat pekerjaan sambilan yang bagus. Suzuko gagal total!

Waktu Suzuko duduk untuk istirahat di depan kuil, ada selendang yang terbang dan nemplok ke mukanya. Seorang nenek datang tergopoh-gopoh sambil bilang maaf. Tiba-tiba Suzuko dan nenek itu sadar mereka pernah ketemu sebelumnya waktu acara senam radio pagi. Waktu Suzuko tanya kenapa nenek itu gak pernah datang, ternyata tangan nenek itu diperban karena habis jatuh.

Nenek itu curlong deh gara-gara tangannya itu, dia jadi gak bisa menulis. Dia menunjukkan kertas bertuliskan hiragana kuno pada Suzuko. Ternyata Suzuko bisa membacanya karena dia mengambil kelas sastra Jepang kuno di universitas. Gak cuma itu, dia bahkan bisa menuliskannya. Nenek itu terkejut. Dia segera menawari Suzuko untuk kerja sambilan di tokonya. Nenek itu pemilik toko aksesoris kimono. Tiap tahun, dia menulis surat undangan pameran dan penjualan untuk pelanggan tetap dengan tulisan tangan. Tapi karena tangannya sedang terluka, dia gak bisa melakukannya. Melihat kesempatan itu, Suzuko langsung menerima tawaran kerja sambilan nenek. Tapi dia gak mau cuma jadi pekerja sambilan. Dia maunya jadi pegawai. Nenek itu setuju.

Setelahnya, Suzuko diajak ke toko aksesoris kimono nenek itu. Nama tokonya Uguisuya. Suzuko melihat banyak aksesoris tradisional dari yang harganya terjangkau sampai mahalnya amit-amit. Nenek pun segera memberi pekerjaan pada Suzuko, yaitu menulis 300 lembar dalam waktu 10 hari. Jadi satu hari harus dapat 30 lembar. Suzuko diberi amplop dan alamat pelanggan juga. Pekerjaan itu boleh dilakukan di rumah.

Dengan penuh semangat, Suzuko mulai menulis. Dia kerja gak keluar kamar dari pagi sampai malam. Waktu akhirnya sudah sampai 200 lembar, ada telepon dari menantu pemilik toko. Dia bilang waktu mengirimkan ke kantor pos, dia terjatuh dari sepeda. Semua hasil kerjaan Suzuko terjatuh ke sungai. Yang 100 lembar pertama memang sudah terkirim, tapi 100 lembar berikutnya masuk ke sungai. Suzuko berasa mau pingsan mendengarnya. Tapi, karena Suzuko merasa bertanggung jawab, dia mau menyalin 100 lembar yang masuk sungai itu. Malamnya, waktu Akira dan Nenek melihat Suzuko di kamar, dia tertidur karena kelelahan di atas meja. Waktu bangun, Suzuko melihat di atas meja sudah tersusun amplop dan surat undangan yang sudah ditulis rapi. Tulisan itu jelas-jelas terdiri dari tiga jenis tulisan—tulisan Nenek, Yoshikage, dan Terumitsu. Akira sih jelas-jelas gak mau bantu hahaha.

Oya, ada kalimat di bab ini yang kusuka: “Di luar, bunga mekar seutuhnya. Ada berapa kuncup yang lupa mekar? Ada berapa kuncup yang di dalam dirinya lupa mekar? Ingin mekar, ingin mekar. Ingin mekar, tapi gak bisa. Apa aku akan layu tanpa bisa mekar?”

Sama ini: “Bersamaan dengan itu, di luar pun badai musim semi. Kelopak bunga yang diterbangkan ke langit selembar demi selembar terlihat seperti amplop putih yang kemudian menghilang. Pemandangan itu begitu indah, begitu mengagumkan, menggenggam tubuh ini bagai perasaan cinta yang kuat.”

Manis banget kan? Gak tau deh berasa romantis aja kalimatnya :D

3. Sebelum dan Sesudai Badai

Hari itu, topan bertiup dari siang. Nenek meminta Akira menjemput Suzuko di tempat kerja sambilannya. Waktu Akira menolak dan Nenek berniat akan menjemput Suzuko, Akira pun dengan terpaksa berangkat. Di jalan, Akira melihat Suzuko. Payungnya udah kebalik gitu karena ketiup angin kencang. Akira pun memberikan jas hujan yang dibawanya dari rumah ke Suzuko. Nah, tiba-tiba ada kejadian heboh. Plang nama sebuah toko terlepas, dan… DUAKK! Dengan indahnya plang itu nampol kepala Akira dari belakang. Kepala Akira berdarah. Dia pingsan di pinggir jalan.

Gara-gara kejadian itu, Akira dirawat semalam di rumah sakit. Kepalanya benjol dan diperban. Waktu pulang, keadaannya aneh. Dia suka meracau gak jelas dengan topik macam-macam. Rupanya, karena Akira sakit, dia jadi mudah dirasuki roh, mulai dari arwah nenek moyang, sampai roh-roh di sekelilingnya. Fyi, kalau lupa, Akira ini punya kekuatan yorishiro a.k.a medium spirit atau dewa, jadi dia mudah dirasuki. Karena sakit itulah, pertahannya jebol. Meski Akira yang asli kadang-kadang muncul, tapi bisa langsung diambil alih sama roh lain. Wakakak geje banget lah itu Akira sok ngomong sendiri gak jelas *plak*

Malamnya, Nenek berniat menunggui Akira yang sedang sakit. Suzuko menawarkan diri untuk menjaga Akira. Waktu masuk ke kamar Akira, Suzuko melihat bayangan putih kayak roh jahat di atas kepala Akira. Makhluk itu ingin masuk ke tubuh Akira lewat mulutnya. Suzuko yang panik segera keluar dan mengambil katana pelindung Nenek yang punya kekuatan anti roh jahat yang luar biasa. Setelah Suzuko mengeluarkan katana itu, makhluk itu pun lenyap. Akira yang setengah sadar membuka mata. Melihat Suzuko, dia langsung tanya Suzuko siapa. Waktu Suzuko menjelaskan siapa dirinya, Akira kayak ngomong gak nyambung. Dia tersenyum, lalu tertidur pulas.

Setelah kejadian itu, demam Akira turun, dia pun sembuh. Waktu Akira sembuh, dia mengajak Suzuko ke kuil. Waktu sampai ke kuil, Akira cerita dulu waktu liburan musim panas, dia pernah berteduh di bawah pohon di sekitar kuil. Lalu, seorang kakek yang sama-sama berteduh dengannya mengajaknya bicara. Kakek itu berkata hari itu adalah hari jatuhnya bom Nagasaki. Dia lalu bercerita pengalamannya dulu waktu kejatuhan bom. Suasananya saat itu benar-benar kosong, seperti bukan siang hari di dunia ini. Nah, kejadian itu seperti menjelaskan suatu tempat dalam diri Akira. Akira menyebutnya dataran putih luas yang membentang di dalam dirinya. Dataran itu dipergunakannya untuk melindungi diri sendiri, karena dia seorang yorishiro. Tapi, karena sakit kemarin, entah kenapa dataran itu gak berfungsi. Akira gagal melindungi dirinya sendiri, padahal dia sudah sering latihan. Anehnya, malam itu, waktu Akira setengah sadar, dia melihat Suzuko di padang putih itu. Seharusnya di padang itu gak ada siapa pun, tapi Suzuko ada di sana. Waktu Suzuko bilang Akira gak sendiri lagi, Akira merasa lega.

Karena kejadian itu, Akira jadi bingung sebenarnya Suzuko itu siapanya. Kalau masalah perasaan, dia emang telmi sih. Waktu Suzuko bilang jangan-jangan Akira jatuh cinta padanya, Akira kelihatan syok, karena dia gak menyadarinya selama ini hahahahahah begok mampus itu Akira *digibeng* Sepulangnya dari kuil, Nenek menceritakan masa lalu Akira pada Suzuko. Orang tua Akira itu ilmuwan. Mereka tinggal lama di luar negeri. Makanya, sejak SD Akira dititipkan di rumah Nenek. Nenek berpendapat mungkin bagi Akira, Suzuko itu orang spesial baginya, makanya bisa membuatnya tenang. Suzuko keukeuh dia gak melakukan apa-apa. Dia menganggap pasti itu cuma prasangka Akira.

Suatu hari, di musim panas yang terik, topan datang lagi menerpa. Tiba-tiba, Akira pulang ke rumah sambil menggendong seorang perempuan. Jantung Suzuko langsung berdegup melihatnya. Ternyata, perempuan itu terhempas hujan dan angin. Dia juga keseleo. Kebetulan, waktu itu Akira melihatnya, jadi Akira membawanya ke rumah. Setelah diobati, perempuan itu pun pulang. Dia dijemput oleh pacarnya.

Waktu Suzuko berduaan dengan Akira, Suzuko melihat darah di leher Akira. Akira ingat lehernya tergores karena perempuan itu menggenggam erat, sampai kukunya melukai leher Akira. Suzuko segera mengobati leher Akira. Wajahnya terlihat lesu. Waktu Suzuko cerita kalau dia berdegup waktu Akira menggendong perempuan lain, Akira berpikir Suzuko sudah mengakuinya sebagai seorang laki-laki dan suka padanya. Suzuko membantah. Dia gak suka pada Akira. Dia cuma gak ngerti kenapa jantungnya berdegup, makanya dia lesu, bukan berarti suka Akira juga. Akira bersikeras kalau itu namanya suka. Karena Suzuko terus keukeuh, Akira memeluk Suzuko. Suzuko langsung deg-degan. Akira kesenangan. Dia bilang Suzuko deg-degan waktu dipeluk olehnya, padahal waktu dipeluk Yoshikage atau Terumitsu, dia cuma terkejut. Akira pun menganggap Suzuko perempuan bagai bunga yang mekar di padang. Cieeee cinta bersemi *plak*

Eniwei, seperti biasa ada kalimat yang kusuka. Ini waktu Akira cerita tentang pertemuannya dengan kakek di kuil. Si kakek bilang ini: “Aku ingat kejadian hari itu seperti baru terjadi. Di musim panas pada siang hari, tak terdengar suara apapun. Akhirnya, kakakku berkata, ‘Aneh ya. Kenapa hening begini? Menakutkan.’ Tak ada suara serangga satu pun. Semua aura makhluk hidup hilang karena kematian. Di mana pun hening. Baru pertama kali aku mengalami musim panas seperti itu. Tak ada siapa pun, di mana pun, suara pun tak ada. Seperti bukan siang hari di dunia ini.”

Terus ini waktu Suzuko abis dipeyuk-peyuk, ehey: “Di luar terjadi badai di malam hari. Hutan, pohon, manusia, rumah, semuanya dipermainkan oleh hujan dan angin. Sambil menggeliat ditiup angin, musim panas tahun ini pun berakhir. Musim gugur yang berwarna membara sudah hampir tiba.”

Ah, for me that’s so poetic :*

3. Sampai Layu

Di lingkungan tempat tinggal Nenek, ada ibu dan anak yang hubungannya buruk. Mereka suka bertengkar sampai terdengar tetangga. Sang ibu ini kakinya sedikit bermasalah. Orangnya juga egois. Dia mau dirawat oleh anaknya 24 jam, padahal sang anak punya keluarga sendiri. Karena itulah, sang anak menyewa suster untuk merawat sang ibu. Tapi, ibunya tetap gak terima. Dia malah menuding anaknya gak mau ngurus orang tua, makanya menyuruh suster untuk merawatnya. Pertengkaran mereka makin parah hari ke hari. Apalagi semenjak sang kakek meninggal dunia.

Suzuko bukannya gak tahu keadaan ibu dan anak itu. Dia dan Nenek datang ke pemakaman kakek. Di depan toilet, Suzuko dan Nenek mendengar pertengkaran ibu dan anak itu. Mereka saling menyalahkan satu sama lain setiap bertemu. Suzuko dan Nenek jadi merasa kesal. Nenek malah berkata dua orang itu tidak akan pernah berhenti bertengkar, sebelum salah satu dari mereka meninggal. Dari awal, sang ibu memang terlalu bergantung pada anaknya.

Nenek pun menasehati Suzuko. Kalimatnya bagus lho: “Ketika kamu melihat atau mendengar hal yang menyesakkan dadamu, bertekadlah dengan kuat dalam hati, ‘Aku bertekad tak akan jadi seperti itu. Kalau seperti itu, habislah.’ Perasaan negatif itu menular. Kamu gak boleh mendekati hal semacam itu. ‘Aku bertekad tak akan jadi seperti itu. Kalau seperti itu, habislah.’ Perintahkan dirimu seperti itu. Walaupun tubuhmu cacat atau menua, walau menderita karena hubungan manusia yang gak rasional, ada banyak manusia di dunia ini yang menumpuk kerja keras diri sendiri sambil menerima kebaikan orang dengan baik. Kamu harus bertekad dalam hati untuk menjadi orang macam itu.”

Sounds good, isn’t it? :D

Oke, lanjut. Tiba-tiba ada telepon dari Nenek Funayo, adik almarhum kakek yang berusia 70 tahun. Dia berencana menginap di rumah Nenek karena rumahnya sedang direnovasi. Dia mau Nenek membereskan ruang tatami yang luas untuknya. Nenek dengan galaknya langsung menjawab gak sudi. Dan telepon pun diputus secara sepihak. Bravo, Nenek wkwkwk. Nenek Funayo ini orangnya egois dan manja banget, makanya Nenek ogah berhubungan dengannya.

Besoknya, Suzuko kedatangan tamu. Rupanya dia Miho, anak Funayo. Miho cerita kalau mendadak ibunya ingin tinggal bersama keluarganya. Katanya sejak ayah meninggal, banyak hal yang sulit dikerjakannya sendiri. Nenek Funayo ini sebenarnya tinggal bersama pembantu. Tapi, semenjak pembantunya pulang ke kampung, dia jadi ingin tinggal bersama Miho. Terang saja Miho gak mau. Dia sampai bertengkar hebat dengan Nenek Funayo. Lalu, Nenek Funayo seenaknya merenovasi ruangan 6 tatami dan lantai dua biar Miho sekeluarga bisa tinggal bersamanya.

Diam-diam, Miho menghentikan kontraktor yang akan merenovasi rumah Nenek Funayo. Miho meminta agar dilakukan perbaikan saja karena atapnya bocor karena topan tempo hari. Karena itulah, Miho meminta agar ibunya untuk sementara bisa tinggal di rumah Nenek sampai rumahnya selesai diperbaiki. Miho yakin Nenek gak akan memanjakan Nenek Funayo.

Waktu Nenek Funayo akhirnya tinggal di rumah Nenek, dia mendapat kamar kecil, gak sesuai dengan yang diinginkannya. Belum lagi Nenek menyuruh Nenek Funayo untuk membersihkan kamarnya sendiri. Peralatan makan juga harus dibereskan sendiri. Waktu dia menyuruh Suzuko menggelar kasur di kamarnya, dengan tegas Suzuko menolak. Nenek Funayo makin kesal karena dia harus melakukan apapun sendiri.

Besoknya, waktu jalan-jalan, Nenek Funayo berjalan di depan rumah anak dan ibu yang suka bertengkar itu. Waktu sang anak pulang, Nenek Funayo masuk ke rumahnya. Dia bersimpati pada sang ibu yang kakinya bermasalah. Dia merasa permasalahannya sama dengan ibu itu. Dia pun mengemukakan pendapatnya agar sang ibu bisa tinggal dengan sang anak, seperti dirinya.

Sang anak tiba-tiba datang ke rumah Nenek. Dia mencari Nenek Funayo dan berkata dia sudah memanas-manasi ibunya agar menghabiskan tabungan untuk konstruksi dan tinggal bersama. Waktu Nenek Funayo datang, mereka pun adu mulut. Nenek Funayo bilang sang anak gak sopan pada ibunya. Sang anak emosi. Dia gak suka ada orang ikut campur urusan keluarganya. Dia juga bilang gak ada yang tahu kesulitan yang dihadapinya karena keegoisan ibunya. Akhirnya, adu mulut itu terhenti setelah Nenek bilang Nenek Funayo yang salah. Nenek Funayo seenaknya ikut campur dan sok tahu, padahal gak tahu duduk perkara yang sebenarnya. Nenek Funayo akhirnya minta maaf.

Setelah kejadian itu, keadaan makin runyam. Ada mobil patroli datang ke rumah ibu dan anak itu. Sang ibu mengayunkan pisau pada anaknya. Dia berteriak, “Lebih baik aku mati saja! Bunuhlah aku!” Sang anak pun menjerit. Ada yang melapor pada polisi setelah mendengar jeritannya. Tetangga berkasak-kusuk seharusnya anak dan ibu tidak bertemu dulu. Kalau bertemu mereka sama-sama gak bisa mengontrol emosi. Bisa-bisa nanti terjadi pertumparan darah. Gara-gara kejadian itu, Nenek menyalahkan Nenek Funayo yang seenaknya ikut campur.

Malam harinya, Suzuko mendengar teriakan Akira. Waktu keluar, dia melihat banyak asap. Akira menyuruh Suzuko mencari dari mana asal asap itu. Ternyata asap itu berasal dari kamar Nenek Funayo. Akira, Suzuko, dan Nenek segera berusaha memadamkan api. Setelah api padam, Nenek bertanya apa penyebab kebakaran itu. Ternyata dari lilin aroma terapi. Karena disalahkan soal ibu dan anak itu, Nenek Funayo ingin memperbaiki mood dengan lilin aroma terapi. Rumah Nenek adalah rumah tua yang semuanya terbuat dari kayu. Salah sedikit, bisa terjadi kebakaran besar. Nenek pun meminta Nenek Funayo untuk introspeksi diri karena kejadian ini. Ini kesempatannya untuk menjadi manusia baik.

Miho yang tahu kejadian itu langsung marah pada Nenek Funayo. Selama ini pekerjaan apapun memang diserahkan pada orang lain, karena mengira orang lain akan mengerjakan pekerjaan itu untuknya. Miho ingin ibunya gak egois lagi dan gak menyusahkan orang lain. Karena perbaikan di rumahnya sudah selesai, Nenek Funayo disuruh pulang oleh putrinya. Nenek Funayo protes kenapa cuma dilakukan perbaikan, seharusnya kan renovasi. Miho ingin mulai sekarang Nenek Funayo bisa melakukan semuanya sendiri, gak egois, dan gak menyusahkan orang lain. Setelah dimarahi habis-habisan seperti itu, Nenek Funayo sedikit menyesal. Dia pulang dengan muka murung.

Melihat Nenek Funayo, Suzuko jadi ingat orang tuanya. Waktu menelepon, ibunya bilang Suzuko gak perlu khawatir. Ayah dan ibunya sudah mempersiapkan segalanya agar gak membebani anaknya di masa tua. Mereka akan hidup sehat selama mungkin. Ibu Suzuko cuma ingin Suzuko menjalani kehidupannya dengan baik.

Suzuko bertanya pada Nenek apa yang membuatnya gembira. Sesuatu hal seperti tujuan hidupnya. Waktu masih muda, orang gembira karena pangkat atau rumah. Kalau sudah tua, semuanya selesai. Nenek menjawab kegembiraan sih gak banyak, tapi ada tujuan hidupnya yang belum selesai. Kata-kata Nenek beneran bagus deh: “Tujuanku adalah menjadi manusia yang lebih baik dari sekarang. Walau sudah tua dan gak sehat, aku ingin berakhir sebagai manusia yang baik. Ini tujuan yang gak akan terwujud kalau gak berusaha sendiri. Jadi, aku akan berusaha sampai mati.”

Suzuko langsung nangis mendengarnya. Yang dia tahu selama ini Nenek sudah berusaha sendiri. Apalagi ini ditambah berusaha sendiri sampai mati. Apa gak sulit? Apa Nenek gak kesepian? Nenek menjawab, “Kalau berumur panjang dan terus bekerja keras dengan serius, kadang ada anak baik sepertimu yang menangis untukku dan berkata, ‘Apa gak kesepian?’ Dan rasanya semua gak sia-sia.”

Nenek sangat wise sekali *usep air mato*

Yak, udah selesai juga akhirnya! Seperti yang dibilang tadi, maap loh kalo kepanjangan wekekekek. Semoga ceritanya mudah dimengerti ya :D Tapi tetep sih biar lebih nampol mending baca komiknya. Kalo mau, sini deh aku pinjemin. Ada di tanganku sih, belum dibalikin *plak* :p

***

Beneran panjang yak. Kasian yang baca, hahaha. Oya, kata-kata Nenek yang warnanya merah, sudah kujadikan prinsip hidupku. Thank you, Akemi Yoshimura. I love you :*

0 comments:

Post a Comment