Nov 21, 2016

A Man Called Ove

4




Quotes Novel "A Man Called Ove"


Sudah enam bulan berlalu semenjak istrinya tiada. Namun, Ove masih memeriksa seluruh rumah dua kali sehari, untuk merasakan panasnya semua radiator dan mengecek apakah istrinya tidak menaikkan suhu secara diam-diam.

Saat itu pula, Ove menjelaskan kepada pendeta, dia tidak perlu disediakan tempat di bangku gereja pada kebaktian Minggu di masa-masa mendatang. Ini bukan karena Ove tidak memercayai Tuhan, jelasnya kepada pendeta. Namun karena dalam pandangannya, Tuhan seakan sedikit mirip dengan kepayahan.

Kau merindukan hal-hal teraneh ketika kehilangan seseorang. Hal-hal sepele. Senyumannya. Cara perempuan itu berbalik ketika sedang tidur. Kau bahkan rindu mengecat ulang ruangan untuknya.

"Orang dinilai dari yang mereka lakukan. Bukan dari yang mereka katakan," kata Ove.

Istrinya sering berkata bahwa "semua jalanan menuju pada sesuatu yang sudah ditakdirkan untukmu". Dan, bagi perempuan itu, mungkin takdir adalah sesuatu. Namun bagi Ove, takdir adalah seseorang.

Ove menyadari dirinya menyukai rumah. Mungkin terutama karena rumah bisa dipahami. Bisa dihitung dan digambar di atas kertas. Tidak bocor jika dibuat kedap air, tidak roboh jika disokong dengan benar. Rumah itu adil, memberimu apa yang patut kau terima. Namun, sayangnya, hal yang sama tidak bisa dikatakan mengenai manusia.

Sebab, akan tiba saatnya dalam kehidupan semua lelaki, ketika mereka harus memutuskan hendak menjadi jenis lelaki macam apa: jenis yang membiarkan orang lain menguasai mereka atau tidak.

Jika kau tidak bisa mengandalkan seseorang agar tepat waktu, kau juga tidak bisa memercayakan sesuatu yang lebih penting kepadanya.

Aku merasakan kehilangan yang begitu besar, Ove. Begitu kehilangan, seakan jantungnya berdetak di luar tubuh.

Kini kau harus mencintaiku dua kali lipat.

Setiap manusia harus tahu apa yang diperjuangkannya. Itulah kata mereka. Dan Sonja memperjuangkan apa yang baik. Demi anak-anak yang tidak pernah dimilikinya. Dan Ove berjuang untuk Sonja. Sebab itulah satu-satunya hal di dunia ini yang benar-benar dipahaminya.

Kita selalu mengira masih ada cukup banyak waktu untuk melakukan segalanya bersama orang lain. Masih ada waktu untuk mengucapkan segalanya kepada mereka. Lalu terjadi sesuatu, dan kita berdiri di sana sambil menggelayuti kata-kata semacam "seandainya saja".

Mencintai seseorang bisa disamakan dengan pindah ke sebuah rumah. Mulanya kau jatuh cinta dengan semua barang barunya, setiap pagi merasa takjub karena semuanya ini milikmu, seakan khawatir seseorang akan mendadak masuk untuk menjelaskan bahwa telah terjadi kesalahan mengerikan, seharusnya kau tidak tinggal di tempat seindah ini. Lalu, bertahun-tahun kemudian, dinding rumahnya menjadi lapuk, kayunya pecah di sana sini, dan kau mulai mencintai rumah itu bukan karena semua kesempurnaannya, tapi lebih karena ketidaksempurnaannya, Kau mulai mengenal semua sudut dan celahnya. Bagaimana cara menghindari kunci tersangkut di lubangnya ketika udara di luar dingin. Papan-papan lantai mana yang sedikit meleyot ketika diinjak, atau bagaimana cara membuka pintu lemari pakaian tanpa berderit. Semuanya ini adalah rahasia kecil yang menjadikan rumah itu sebagai rumahmu.

Kematian adalah sesuatu yang ganjil. Orang menjalani seluruh hidup mereka seakan kematian itu tidak ada, tapi kematian sering kali menjadi salah satu motivasi terbesar untuk hidup. Pada akhirnya, sebagian dari kita menjadi begitu menyadari kematian sehingga menjalani hidup dengan lebih keras, lebih tegar, dan dengan lebih banyak kemarahan. Sebagian lagi memerlukan kehadiran kematian secara terus-menerus untuk menyadari antitetisnya. Sisanya menjadi begitu terobsesi dengan kematian sehingga mereka memasuki ruang tunggu, lama sebelum kematian itu mengumumkan kedatangannya.

Kita merasa gentar terhadap kematian, tapi sebagian besar dari kita merasa paling takut jika kematian itu membawa pergi orang lain. Sebab yang selalu menjadi ketakutan terbesar adalah jika kematian itu melewatkan kita. Dan meninggalkan kita di sana sendirian.

Orang selalu berkata bahwa Ove "pemberang". Namun, dia tidak sepemberang itu. Dia hanya tidak menyeringai sepanjang waktu. Apakah itu berarti dia harus diperlakukan seperti kriminal? Menurut Ove tidak. Sesuatu di dalam diri seseorang akan hancur berkeping-keping jika dia harus menguburkan satu-satunya orang yang selalu memahaminya. Tidak ada waktu untuk menyembuhkan luka semacam itu.

Dan waktu adalah sesuatu yang ganjil. Sebagian besar dari kita hanya hidup untuk waktu yang membentang tepat di depan kita. Beberapa hari, minggu, tahun. Salah satu momen paling menyakitkan dalam hidup seseorang mungkin muncul bersama pemahaman bahwa usia telah tercapai ketika ada lebih banyak yang harus ditengok ke belakang daripada ke depan. Dan ketika waktu tidak lagi membentang di depan seseorang, hal-hal lain harus dinikmati dalam hidup. Kenangan, mungkin.

Trailer Film "A Man Called Ove"


4 comments:

  1. Aku lebih tertarik baca novelnya. :o Biasanya setelah baca, baru naksir filmnya

    ReplyDelete
  2. Mau dong lihat filmnya. Ajak-ajak, ya?

    ReplyDelete
  3. wah ... udah ada filmnya ya :o banyak yang bilang buku ini bagus

    ReplyDelete