Apr 24, 2016

Persona

0


REVIEW PERSONA

Judul: Persona
Penulis: Fakhrisina Amalia
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, 2016
Tebal: 248 halaman
ISBN: 978-602-03-2629-0

Blurb:

Namanya Altair, seperti salah satu bintang terang di rasi Aquila yang membentuk segitiga musim panas. Azura mengenalnya di sekolah sebagai murid baru blasteran Jepang yang kesulitan menyebut huruf L pada namanya sendiri.

Azura merasa hidupnya yang berantakan perlahan membaik dengan kehadiran Altair. Keberadaan Altair lambat laun membuat perasaan Azura terhadap Kak Nara yang sudah lama dipendam pun luntur.

Namun, saat dia mulai jatuh cinta pada Altair, cowok itu justru menghilang tanpa kabar. Bukan hanya kehilangan Altair, Azura juga harus menghadapi kenyataan bahwa orangtuanya memiliki banyak rahasia, yang mulai terungkap satu demi satu. Dan pada saat itu, Kak Nara-lah tempat Azura berlindung.

Ketika Azura merasa kehidupannya mulai berjalan normal, Altair kembali. Dan kali ini Azura dihadapkan pada kenyataan untuk memilih antara Altair atau Kak Nara.

Review:

Azura adalah gadis pendiam, tertutup, dan tak punya teman yang kerap melakukan self injury (melukai diri sendiri) pada pergelangan tangannya. Ia melakukan hal itu untuk melampiaskan emosi yang tak tersalurkan akibat pertengkaran orang tuanya.

Tak ada yang menyadari bekas luka pada pergelangan tangan Azura yang kehitaman karena sering melakukan self injury. Azura menutupinya dengan handband. Hingga suatu hari, muncul murid pindahan blasteran Jepang bernama Altair Nakayama. Altair bersikap ramah pada Azura. Ia juga menyadari luka di balik handband yang dipakai Azura dan memberikan plester pada gadis itu.

Melihat Altair yang tulus ingin berteman dengannya, membuat Azura mulai membuka diri pada cowok itu. Altair dengan sabar mendengar curhatan Azura tentang keluarganya, juga tentang Kak Nara yang disukainya. Hubungan mereka pun kian dekat dan membawa dampak positif pada Azura. Ya, semenjak ada Altair, Azura merasa tak perlu lagi melukai diri sendiri karena ada Altair yang selalu menemaninya.

Ketika perasaan Azura pada Altair semakin menguat, mendadak saja Altair menghilang. Kepergian Altair tanpa kabar, tentu membuat Azura terguncang. Apalagi cuma Altair yang dekat dengannya. Untunglah, ketika kuliah, Azura bertemu dengan Yara, adik Kak Nara yang lalu menjadi sahabatnya. Azura merasa menemukan keluarga baru bersama Yara beserta keluarganya.

Suatu hari, Azura melihat ibunya bermesraan dengan laki-laki tak dikenal di rumahnya. Hal itu memicu dirinya melakukan self injury lagi. Azura pun ‘melarikan diri’ ke rumah Yara dan untuk sementara tinggal di sana. Saat itulah, sosok Altair muncul kembali dalam kehidupan Azura. Azura pun merasa bahagia, karena bisa bertemu dengan seseorang yang dirindukannya sejak lama. Namun, kebahagiaan itu menyusut ketika Azura dihadapkan pada kenyataan besar yang melingkupi dirinya dan Altair. Bahwa pada akhirnya ia harus memilih untuk ‘melepas’ seseorang yang begitu berharga baginya dan menjalani kehidupan seperti orang normal lainnya.

***

Sebelumnya, aku mau bilang untuk jangan terkecoh dengan blurb novel ini. Sekilas memang terlihat seperti cerita remaja pada umumnya. Tapi, kenyataannya… lebih dari itu! Jalan cerita novel ini lebih kompleks, karena melibatkan sisi psikologis Azura sebagai tokoh utamanya, dan kemampuan Azura menghadapi masalah yang bersumber pada problematika keluarganya yang tak berkesudahan.

Menurutku, penulis sukses membentuk image Altair yang menjadi kunci masalah di novel ini. Pembaca digiring untuk mempercayai kedekatan Azura dan Altair lewat kebersamaan mereka. Mendekati pertengahan cerita, barulah kenyataan mengenai sosok Altair ini sedikit demi sedikit terkuak.

Di awal cerita, novel ini terasa sekali taste shoujo manga-nya. Misalnya saja adegan memerhatikan kakak kelas yang sedang main sepakbola dari balik jendela dan makan bekal bersama. Walau demikian, lokalitas novel ini pun diperlihatkan dengan baik. Setting Palangkaraya yang dipakai bukan cuma tempelan. Pembaca diajak mengikuti keriuhan Festival Isen Mulang di Palangkaraya, juga betapa tidak mengenakkannya bencana kabut asap ketika melanda Kalimantan.

Novel ini ditutup dengan epilog yang membuat pembaca menerka sosok Altair yang sesungguhnya. Ada kesan secuil fantasi di sana, juga harapan agar dapat dibuat sekuelnya.

Novel dengan genre YA ini layak dibaca untuk semua kalangan. Terutama bagi orang-orang yang memiliki kecenderungan melakukan self injury. Ketika selesai membaca novel ini, aku langsung mencari artikel tentang self injury. Rupanya self injury merupakan bentuk ekspresi bagi orang-orang yang tak sanggup mengungkapkan kesedihannya secara terbuka. Untuk meredamnya, mereka pun memilih menyakiti diri sendiri, dengan harapan dapat terlepas sementara dari permasalahan yang mereka hadapi. Ini mirip sekali dengan kondisi Azura. Aku harap bagi orang-orang di luar sana yang seperti Azura, bisa mengambil pelajaran dari novel ini. Betapa dukungan dari keluarga dan orang terdekat itu penting untuk menyembuhkan luka batin dan kelainan mental/psikologis yang dialami seseorang. 

Oh ya, tak lengkap rasanya tak mencantumkan kalimat yang quotable di novel ini. Ini di antaranya:

Tapi kau benar, berteman bukan berteman jika hanya satu pihak yang menganggap pihak lain sebagai teman. (hal. 33)

Memang luar biasa sekali pengaruh yang bisa ditimbulkan oleh kehadiran seseorang dalam hidupmu. Pada suatu waktu kau akan menjadi dirimu yang kau kenal, di waktu lain tiba-tiba kau berubah menjadi orang lain. (hal. 40)

Tapi Tuhan nggak pernah ngasih kita beban kecuali untuk menjadikan kita orang yang lebih kuat. (hal. 51)

Setidaknya kau tidak akan menghabiskan waktumu hanya untuk bertanya-tanya tentang sesuatu yang tidak kaulakukan, kemudian berandai-andai jika saja kau melakukannya. Percayalah, berandai-andai tentang sesuatu yang sudah berlalu dan momennya tidak bsa diulang lagi lebih menyedihkan. (hal. 55)

Mama terbuai, lupa bahwa terkadang manusia mengatakan sesuatu hanya pada saat-saat tertentu ketika ingin mendapatkan apa yang diinginkannya. (hal. 95)

Masing-masing dari kita punya satu lubang itu, lubang tempat sesuatu yang hilang mendadak, seolah dicabut paksa dari sana, dan kekosongan tempat itu akan mengubah kita setelahnya. (hal. 130)

Ketika seseorang menganggap kita sebagai temannya, berarti orang tersebut memercayai kita dan merasa bahwa kita pantas menjadi temannya dari sekian banyak pilihan orang yang ada. Dan itu menunjukkan bahwa, setidaknya bagi orang itu, kita istimewa. (hal. 167)

Anyway, susah sekali untuk gak melakukan spoiler untuk review novel ini. Usahaku sudah lumayan, kan? Hahaha. Overall, novel ini bagus dan menarik, meski bisa dibilang aku tak terlalu terkejut dengan twist-nya karena pernah baca manga dengan tipe cerita yang mirip. Walau twist-nya gak terlalu bikin surprised, tapi novel ini layak dikoleksi kok. Kalau suka novel dengan unsur psikologis tokohnya, Persona bisa dijadikan pilihan. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, aku sematkan 3/5 bintang untuk novel ini :)

0 comments:

Post a Comment