Nov 9, 2017

The Girl You Left Behind

1


REVIEW THE GIRL YOU LEFT BEHIND

Judul: The Girl You Left Behind (Gadis yang Kautinggalkan)
Penulis: Jojo Moyes
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, April 2015
Tebal: 672 halaman
ISBN: 978-602-031-549-2

Blurb:

Prancis, 1916. Edouard LefĂ©vre, pelukis, meninggalkan istrinya yang masih muda, Sophie, untuk ikut berperang di garis depan. Ketika kota tempat tinggal mereka jatuh ke tangan Jerman, lukisan Edouard yang menggambarkan sosok Sophie menarik perhatian Kommandant Jerman yang baru. Makin lama sang Kommandant semakin terobsesi oleh lukisan itu, dan Sophie pun rela mempertaruhkan segalanya––keluarga, reputasi, dan hidupnya––demi bisa bertemu suaminya lagi.

Hampir seabad kemudian, Liv Halston mendapatkan lukisan Sophie dari suaminya, David, sebelum David meninggal. Ketika nilai lukisan itu terkuak, timbul konflik tentang siapa sesungguhnya pemilik sahnya––dan Liv harus menghadapi ujian berat demi mempertahankan lukisan itu.

Review:

Edouard Lefevre adalah seorang pelukis yang tinggal di Perancis pada era tahun 1900-an. Dia melukis "Gadis yang Kautinggalkan" untuk istrinya Sophie. Lukisan ini menemui polemik atas kepemilikan di masa sekarang, mengingat penjajahan Jerman atas Perancis pada era Perang Dunia I. Pada masa itu, pihak Jerman banyak menjarah barang milik warga, termasuk karya seni. Undang-undang pun diatur untuk mengembalikan karya seni yang pernah dicuri di masa lalu pada keturunannya yang sah di masa sekarang.

Olivia Halston adalah pemilik "Gadis yang Kautinggalkan" di masa sekarang. Lukisan tersebut dihadiahkan suaminya David sebagai kado perkawinan. Liv tak bisa melupakan suaminya yang telah meninggal bertahun-tahun silam. Itulah yang menyebabkan Liv merasakan ikatan yang kuat pada lukisan pemberian David. Saat ada keturunan Lefevre yang mengaku berhak memiliki "Gadis yang Kautinggalkan", Liv pun tak tinggal diam. Dia berusaha keras mempertahankan lukisan tersebut, meski harus berjuang di pengadilan dan melawan Paul McCafferty, pria yang dikasihinya.

Liv dan Paul bisa saja memulai hidup baru mereka sebagai pasangan yang romantis. Namun, kasus lukisan "Gadis yang Kautinggalkan" menyulut permusuhan, karena mereka berada di pihak yang berseberangan. Paul harus memastikan kliennya mendapat kembali lukisan tersebut. Sementara Liv tak mau dibujuk untuk melepas kasus itu.

Pada akhirnya, masing-masing pihak berusaha menguak sejarah mengenai lukisan "Gadis yang Kautinggalkan". Saat Liv tahu harus melepas lukisan kesayangannya, kebenaran yang sesungguhnya pun terkuak. Bahwa kasus ini diawali dengan premis yang salah, karena sesungguhnya tak ada pencurian apa pun atas lukisan "Gadis yang Kautinggalkan".

***

Mengambil latar waktu tahun 1916 dan 2016, novel ini begitu sarat emosi. Pada bab-bab yang mengambil latar tahun 1916, pembaca diajak melihat kenyataan penjajahan Jerman pada era Perang Dunia I, tepatnya di St. Peronne. Tentara Jerman dikisahkan begitu kejam dan tak berperasaan. Para warga pun dipaksa melayani tentara Jerman. Kalau menolak, maka akan ada ancaman yang diberikan:

"Tetapi kemudian Kommandant Brecker mengumumkan bahwa pemilik toko yang tidak membuka tokonya pada jam-jam kerja biasa, akan ditembak." (hal. 31)

Meski demikian, ada sisi lain dari masa pendudukan Jerman. Seorang Komandan Jerman bernama Friedrich Hencken yang bertugas di St. Peronne tampak manusiawi dan memperlakukan Sophie beserta keluarganya dengan baik. Lambat laun, Sophie bisa merasakan kebaikan Sang Komandan. Hanya saja para warga St. Peronne yang skeptis malah membuat Sophie dilabeli pengkhianat. Saat dia dibawa paksa tentara Jerman, Sophie hanya berharap dia bisa dipertemukan dengan suaminya Edouard. Dia mencoba bertahan sembari percaya penuh dengan kebaikan Sang Komandan.

Cinta sejati akan menemukan jalannya untuk bersatu. Seperti itulah yang terlihat dari kisah Sophie dan Edouard. Klimaks cerita ini adalah saat pertemuan Sophie dan Edouard. Adegan ini begitu mengaduk emosi, karena awalnya Sophie nyaris kehilangan harapan dan bersiap untuk mati:

"Tetapi, oh, Tuhan, wajahnya. Wajah dia. Edouard-ku. Aku tidak kuat lagi menanggungnya. Wajahku tertengadah ke atas, tasku lepas dari genggaman, dan aku pun tersungkur ke tanah. Dan sewaktu aku jatuh, kurasakan kedua tangannya memeluk dan merangkulku." (hal. 641-642)

Persidangan demi persidangan yang dilalui Liv pun memberi gejolak, karena memperlihatkan betapa rumit kasus atas hak kepemilikan lukisan "Gadis yang Kautinggalkan". Paul akhirnya mengambil keputusan yang berani. Dia memutuskan untuk berhenti menangani kliennya dan membantu Liv. Dia melakukannya semata-mata karena mencintai Liv. Paul sadar ada yang lebih penting dibanding memenangkan sebuah kasus di pengadilan, yaitu cintanya pada Liv.

Membaca novel ini begitu memberi kesan yang tak sanggup dilupakan. Penggambaran situasinya terasa amat nyata. Diksinya pun sangat menyentuh. Mau tak mau pembaca diajak merasakan ketegaran Sophie, betapa putus asanya dia, dan kelegaannya karena bisa bersatu kembali dengan yang terkasih.

Novel ini pun membuat pembaca percaya kalau harapan itu masih ada selama kita meyakininya. Lewat perjalanan cinta Sophie dan Edouard, kita dibuat percaya bahwa kebahagiaan sejati itu nyata, seperti yang dirasakan Edouard pada Sophie:

"Aku tak pernah tahu kebahagiaan sejati sampai aku mengenalmu." (hal. 461)

Untuk novel yang begitu mengharubiru ini, tak cukup rasanya menyematkan hanya 5/5 bintang. Kalau bisa, ingin memberi rating lebih dari itu. Yang jelas, novel ini amat sangat menarik dan layak direkomendasikan kepada siapa saja penyuka kisah romance dan yang ingin tahu sekelumit kisah pada era Perang Dunia I.

1 comment: