Aug 18, 2015

Kencan Berhantu

1


Cerpen ini pernah dimuat di Majalah Hai. Berhubung gak beli majalahnya *di sini gak ada yang jualan* bukti terbitnya langsung tengok aja ke e-mail lol Eniwei, kalau kebetulan punya majalahnya, boleh sih kirim fotonya ke sini :p

Kencan Berhantu

Losmen itu bernama Princess, terletak di pinggiran kota Jogja. Sewanya murah meriah, sangat terjangkau buat para wisatawan lokal yang mau menikmati kota Jogja, tapi modalnya pas-pasan.

Wira yang baru saja sampai di Jogja langsung check in di losmen itu. Setelah membayar sewa, Wira pergi menuju kamarnya yang terletak di dekat dapur.

Waktu mau berbelok di ujung lorong, Wira dikagetkan Putri, anak pemilik losmen. Mereka sempat kenalan tadi waktu Putri lagi nyapu pekarangan losmen.

“Ini pertama kalinya kamu ke Jogja?” tanya Putri dengan tatapan menyelidik.

“Iya. Kenapa ya?” Wira merengut heran.

Mata Putri menyipit. “Nggak apa-apa. Cuma nanya aja.”

“Oh.” Alis Wira makin mengerut. Aneh banget!

“Aku mau ngasih tau sesuatu.” Putri tiba-tiba mencondongkan tubuh. “Kamu baru diputusin ya?”

“Hah? Kok tau?!” Wira mangap. Dari mana Putri tahu dirinya abis diputusin Siska? Alasan Wira liburan ke Jogja sendirian juga buat refreshing gara-gara abis diputusin sepihak sama Siska.

“Ada yang ngasih tahu aku.”

“Siapa?”

“Itu. Yang ada di belakang kamu.”

“Hah?!” Sontak Wira menoleh ke belakang. Tidak ada seorang pun di belakangnya. Mendadak bulu roma Wira meremang. Perasaannya langsung nggak enak.

“Tadi waktu kamu baru check in, aku liat dia ngikutin kamu.”
Wira menelan ludah. Dia membayangkan sosok tak kasat mata ngekor di belakangnya.

“Se-serius nih?” Wira mulai ketakutan. Amit-amit jabang bayi! Gimana ceritanya gue bisa diikutin setan sih? Wira yang penakut abis langsung keringatan.

“Sekarang dia udah pergi kok. Tapi yang kayak gituan biasanya nggak mau langsung pergi kalo udah ‘betah’.”

“Maksud lo?”

“Yang ngikutin kamu itu cewek cakep. Kayaknya seumuran deh sama kamu.”

“Kun-kuntilanak gitu maksudnya?” Wira gemeteran.

Putri menggeleng. “Bukan. Mungkin arwah penasaran. Dia nggak pakai baju putih-putih. Dia pakai baju biasa. Kayaknya dia kecelakaan. Tangannya buntung. Matanya copot satu. Waktu di perjalanan tadi ada kecelakaan, ya?”

Masih merinding, Wira mengingat-ingat perjalanannya tadi. Dia ke Jogja naik travel. Waktu baru sampai Jogja, Wira sempat mendengar dari sopir travel ada orang yang meninggal karena kecelakaan mobil di dekat Stasiun Kotabaru.

“Seingat gue emang ada. Di dekat stasiun.”

Putri manggut-manggut. “Mungkin dia korban kecelakaan itu. Di perjalanan tadi kamu ngerasa aneh nggak?”

Wira mengingat-ingat. Sepanjang perjalanan tadi dia ngantuk banget dan tertidur pulas. Waktu tiba di Jogja, tubuhnya pegal-pegal kayak orang habis lari ratusan kilo.

“Emang kecapekan banget sih. Nggak kayak biasanya.”

“Pasti itu karena kamu ‘ditumpangin’ sama yang ngikutin itu.” Putri bergidik. “Biasanya emang gitu kalo ditaksir sama makhluk halus. Kita sering ngerasa capek.”

“Te-terus gimana dong?” Wira ketakutan mendengar kata-kata Putri. “Gue ke Jogja emang mau liburan. Tapi bukan liburan sama setan juga!” Wira mengguncang-guncang lengan Putri heboh.

“Tenang, tenang…”

“Gimana bisa tenang kalo ada setan yang ngikutin gue?!” Wira histeris.

“Nanti aku usahain bicara sama yang ngikutin kamu.”

“Bener?” Wira masih was-was.

Putri mengangguk. Wira mendesah lega.

***

Wira menatap sekeliling kamarnya yang tidak begitu luas. Dia masih ketakutan. Pintu kamarnya dibiarkan terbuka supaya kalau ada suara-suara aneh Wira bisa langsung kabur ke kamar Putri yang terletak di dekat tangga.

Wussshhh…

Semilir angin tiba-tiba berhembus masuk melalui jendela. Segera saja hidung Wira mencium wangi bunga melati yang tajam.

“Se-se-setaaaaannnn!” Wira lari tunggang langgang keluar kamar. Dia berlari melewati lorong dan… bruk! Wira menabrak seseorang hingga orang itu terjengkang ke belakang. Wira membuka mata. Putri mengaduh kesakitan sambil mengelus kepalanya yang kejeduk lantai.

“Sori, Put!” Wira langsung berdiri. Dia membantu Putri berdiri.

“Aduh, jangan lari-lari di lorong dong. Nanti ganggu yang lain.”

“Tadi di kamar gue nyium bunga melati. Makanya gue keluar.” Wira nyaris mewek.

“Kita keluar yuk?” Putri mengajak Wira keluar losmen. Mereka duduk di bangku bambu yang ada di dekat kolam ikan. Suara gemericik air kolam membuat Wira sedikit merasa tenang.

“Yang ngikutin gue masih di sini?” tanya Wira takut-takut.

Putri melirik ke belakang punggung Wira. Dia mengangguk kecil. Spontan Wira mencengkeram lengan Putri.

“Dia nggak ngapa-ngapain kan?”

“Cuma duduk di samping kamu aja kok. Dia nggak berniat ganggu, makanya nggak menampakkan dirinya ke kamu.”

Tubuh Wira gemetar. “Sebenernya dia mau apa sih? Suruh dia pergi dong! Lo bisa berkomunikasi sama makhluk halus kan, Put? Bilang sama dia jangan ngikutin gue.”

“Sebentar.” Putri berdiri dan pindah tempat duduk di samping kiri Wira. Kepala Putri menunduk sambil berbisik. Sepertinya dia sedang berkomunikasi dengan setan yang ngintilin Wira. Wira melihat Putri mengangguk-angguk.

“Oh, gitu. Jadi kamu mau ke Benteng Vredeburg?”

“Lo ngomong apa sama dia?” Wira menyenggol Putri penasaran. Putri menaruh telunjuk di depan bibir. Wira langsung diam, takut mengganggu komunikasi Putri dengan sang hantu.

“Oke. Nanti aku bakal bilang sama dia. Tapi kamu harus janji nggak akan ganggu dia lagi.”

Wussshhh…

Wira merasakan angin kencang berhembus di sekelilingnya. Lagi-lagi Wira mencium wangi bunga melati. Dia langsung merinding disko.

“Dia bilang apa?” tanya Wira.

“Kasihan dia.” Putri menghela napas.

“Kasihan kenapa?”

“Ternyata dia ngikutin kamu karena kamu mirip mantan pacarnya. Dia kecelakaan waktu mau pergi ke rumah mantannya itu. Rohnya melayang-layang, terus nggak sengaja lihat kamu di mobil travel. Dia langsung jatuh cinta sama kamu, makanya ngikutin kamu sampai losmen.”

“Terus?” Wira penasaran.

“Dia mau kencan sama kamu.”

“Apa?!”

“Dia mau pergi asal kamu mau kencan sama dia di Benteng Vredeburg. Itu tempat kenangannya sama sang mantan pacar.”

“Ogah! Gue nggak mau kencan sama setan!”

“Tapi itu satu-satunya cara biar dia nggak ngikutin kamu lagi. Kalo nggak diturutin, dia bakal bikin ulah. Dia akan ganggu kamu seumur hidup.”

“Ebuset, setan kejam!” Wira melotot. “Iya deh, gue mau kencan sama dia,” ucap Wira nggak rela. “Kencannya kapan? Besok?”

“Dia maunya malam ini. Tepat jam 12 malam.”

“Apa?!” Wira histeris.

“Anggep aja ini kencan beneran.”

Kencan beneran gundulmu! jerit Wira dalam hati. Dia mendesah nelangsa. Entah kena karma apa dia sampai harus kencan dengan setan segala.

***

Tepat pukul 12 malam.

Wira mendongak, menatap bangunan di depannya. Ini pertama kalinya Wira melihat Benteng Vredeburg. Wira pernah membaca dulunya benteng ini dibangun sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan residen Belanda. Sekarang, benteng Vredeburg sudah diresmikan menjadi museum. Banyak orang yang berkunjung ke sana untuk melihat diorama sejarah Indonesia.

Wira menunduk lesu. Dia sudah berencana akan mengunjungi Benteng Vredeburg, lalu berkeliling Malioboro, mencari cewek Jogja yang kabarnya cantik-cantik buat digebet. Gara-gara arwah cewek kurang kerjaan yang jatuh cinta padanya, dia harus pergi ke sini malam-malam. Mana pakai bawa kemenyan lagi. Putri bilang itu untuk sesajen agar setan cewek yang ngintil itu mau pergi dari Wira.

Wira berdiri di depan Benteng Vredeburg. Dia duduk, lalu mulai membakar kemenyan. Entah kenapa hari ini Jogja agak sepi. Cuma beberapa mobil yang lewat di depannya. Wira bersyukur dalam hati. Kalau ramai, dia bisa malu lantaran ketahuan bakar kemenyan dan kencan dengan cewek tak kasat mata.

Wussshhh…

Angin tiba-tiba berhembus. Wira menggigil kedinginan. Dia mencium wangi melati lagi, tanda sang setan sudah ada di dekatnya. Wira melongok ke kanan. Tidak ada siapa-siapa. Saat menengok ke kiri, Wira hampir terjungkal begitu melihat seorang cewek suram dengan rambut hitam menjuntai menutupi mata. Waktu cewek itu menoleh, terlihat banyak noda darah di wajahnya. Mata kanannya bolong. Waktu Wira menunduk, dia baru sadar tangan kiri cewek itu juga buntung.

“SETAAAAANN!!!” Wira menjerit. Dia langsung lari terbirit-birit, meninggalkan setan cewek itu.

“Kok lari-lari sih?” Setan itu melayang di samping Wira.

“TOLOOOONG! Tuhaaaaannn! Gue tobat, Tuhan! Tolooooong!” Wira terus teriak di sepanjang trotoar. Beberapa tukang becak yang melihat Wira saling pandang. Mereka mengira Wira orang gila baru yang gagal sembuh dari rumah sakit jiwa.

“Mau kan jadi pacarku? Ikut aku ke kuburan yuk?”

“TOLOOOONG!!!” Wira masih menjerit. Dia tidak tahu di depannya ada kulit pisang yang dibuang sembarangan. Wira menginjak kulit pisang itu dan terpeleset. Bibirnya sukses nyium pinggir trotoar. Matanya berkunang-kunang.

Saat Wira mencoba membuka mata, setan cewek itu menatapnya lekat-lekat. Wira menjerit lagi. Setelah puas menjerit sampai kerongkongan kering, Wira pun pingsan dengan sukses di pinggir trotoar.

***

Hidung Wira kembang-kempis. Bau minyak kayu putih menyengat hidungnya. Wira lalu membuka mata dan melihat Putri ada di sampingnya. Ternyata dia sudah ada di kamarnya lagi. Sontak Wira bangkit. Kepalanya terasa pening. Wira meraba kepalanya. Kepalanya diperban. Pasti karena semalam dia terpeleset kulit pisang di trotoar.

“Sudah enakan?” tanya Putri perhatian.

“Kepala gue pusing banget. Gimana gue bisa balik ke sini?” tanya Wira.

“Tukang becak yang nganterin. Dia inget paginya nganterin kamu ke sini.”

“Oh, gitu.” Wira mengangguk kecil.

“Yang ngikutin kamu udah nggak ada kok. Kamu udah free sekarang.”

Wira langsung teringat kejadian semalam. Dia bergidik mengingat betapa seram setan cewek yang naksir dengannya itu.

“Untung deh. Kapok gue berurusan sama setan.” Wira tersenyum lemah.

Putri menyodorkan segelas teh hangat pada Wira. “Diminum dulu, biar tenang.”

Wira menyeruput teh hangat yang diberi Putri. Saat itulah, mata Wira tertumbuk pada seorang cewek yang berdiri di sudut kamarnya. Cewek itu berbaju putih hingga mata kaki. Dia menunduk, hingga wajahnya tidak kelihatan jelas. Mata Wira menyipit, menatap cewek itu lama sekali. Tiba-tiba saja, cewek itu mengangkat wajahnya. Rambut panjangnya tersibak dan tampaklah wajah pucat cewek itu.

“Put-Putri…” Wira gemetar sambil meremas lengan Putri. “A-apa penginapan ini ber-berhantu?”

Putri kaget. “Kok tau? Di sini bekas rumah Belanda. Kabarnya ada yang gantung diri di sini, makanya sewanya murah. Kok kamu bisa tau sih? Padahal ini rahasia perusahaan lho. Jangan-jangan… gara-gara kepala kamu kebentur, kamu bisa…”

Belum sempat mendengar kata-kata Putri, Wira kembali pingsan. Sayup-sayup, dia bisa mendengar suara Putri yang memanggil-manggil namanya, juga suara cekikikan perempuan.

“Hihihihihihihi!”

1 comment: