Oct 4, 2015

Black Romance

0


REVIEW BLACK ROMANCE

Judul: Black Romance
Penulis: Pio Andre
Penerbit: CV Kinomedia
Cetakan: I, 2015
Tebal: 207 halaman
ISBN: 978-602-71914-5-7

Blurb:

Margaret adalah seorang penulis fantasi. Namun, pangsa pasar tempaknya kurang mendukung. Ketika ia bertemu dengan Andrew Hoffman, sosok pria tampan namun dingin dan angkuh yang ternyata seorang chief editor baru di sebuah penerbit tempat ia bernaung, Margaret bersumpah ingin menaklukkannya. Akan tetapi Margaret menyadari bahwa Andrew hanya ingin menulis romance. Sesuatu yang benar-benar keluar dari liganya. Bagaimana bisa ia menulis romance? Sedangkan kehidupan cintanya saja nol besar. Sanggupkah Margaret bertahan di dunia literasi? Dan menjaga perasaannya pada Andrew di waktu yang sama?

Sebuah kisah cinta yang penuh drama, penuh liku, intrik, dan kejutan!

Review: 

DUA PULUH ENAM TAHUN masih PERAWAN?! (hal. 57)

Kekagetan itu lumrah diberikan pada Margaret, gadis metropolitan yang tinggal di Jakarta. Jakarta identik dengan pergaulan bebas di mana cinta tak lebih dari alat untuk pemuas nafsu belaka. Karena itulah, Margaret mengambil prinsip mengenai cinta. Ia tak ingin terjebak dalam percintaan semu nan murah yang berpotensi membuatnya sakit hati.

Cinta diletakkan Margaret begitu tinggi derajatnya, sehingga dia tidak mau menukarkan cinta sucinya kepada cowok yang kelak mampu memikat dirinya. (hal. 105)

Dengan prinsip hidup yang demikian, alhasil membuat Margaret nol besar dalam hal percintaan. Ia tak memiliki pengalaman cinta sama sekali dengan laki-laki. Hal itulah yang membuat Margaret kelimpungan ketika Andrew Hoffman, pria berkebangsaan Jerman yang bekerja sebagai chief editor di penerbit tempatnya bernaung menawarinya menulis novel romance. Selama ini genre tulisan Margaret adalah fantasi. Ia juga dikenal sebagai penulis fantasi. Sayangnya, pangsa pasar untuk novel fantasi sedang menurun. Sementara yang sedang booming adalah novel romance.

Dengan pengalaman minim mengenai cinta, bagaimana mungkin Margaret bisa menulis novel romance? Sementara menulis romance tak hanya mengandalkan imajinasi, seperti ketika menulis fantasi. Tapi, bukan Margaret namanya kalau tak menerima tantangan Andrew. Ia ingin menunjukkan pada laki-laki itu kalau ia juga bisa menulis romance.

Berawal dari insiden ciuman yang tak disengaja, membuat hubungan antara Margaret dan Andrew menjadi berubah. Ketika Margaret terpilih sebagai salah satu finalis lomba novel dan berangkat ke Jerman, ia melihat sisi lain dari Andrew. Andrew pun demikian. Ia melihat sisi manis Margaret dan mulai jatuh hati pada gadis itu. Rupanya benang takdir memang mengikat keduanya. Lalu, ketika perasaan keduanya saling terpaut, apakah Margaret tetap mengikuti prinsipnya? Atau ada hal lain yang membuatnya ragu, bahkan menolaknya?

***

Ketika membaca blurb novel ini, aku langsung tertarik mengetahui profesi tokoh utamanya adalah penulis. Sebagai pembaca, tentu aku menyukai profesi penulis. Aku memang belum menjadi penulis novel seperti Margaret, tapi di Facebook aku berteman dengan banyak penulis novel. Mengenai pangsa pasar pun pernah menjadi perbincangan hangat, seperti turunnya daya beli masyarakat akan novel. Malah aku sempat membaca ada penerbit yang tidak menerbitkan lini fiksi untuk sementara waktu. Hal itu relevan sekali dan disinggung di novel ini.

Sebagai tokoh utama, Margaret tipe penulis idealis yang hanya ingin menulis novel fantasi. Ia pun sedikit arogan, menyangka karena penjualan novelnya sebelumnya bagus, maka ia akan mendapat perlakuan istimewa dari redaksi. Tak bisa ditampik, di dunia nyata pun ada penulis seperti ini. Untunglah, pada akhirnya Margaret sadar diri kalau ia tidak seistimewa itu dan mau mengubah sikapnya.

Hal lain yang aku sukai dari novel ini adalah profesi Andrew Hoffman sebagai chief editor. Selama ini aku penasaran apa yang ada di balik dapur redaksi sebuah penerbit. Dari penuturan Andrew, aku jadi paham sedikit mekanisme penerbit dan strategi agar penerbit tidak gulung tikar. Bisa dibilang banyak info mengenai editorial di novel ini.

Untuk plotnya sendiri sebenarnya tidak ada masalah. Hanya saja bagian ketika Margaret sakit, seharusnya disinggung dari awal. Rasanya terlalu tiba-tiba ketika di pertengahan Margaret diceritakan sering demam dan mimisan tiap kelelahan. Sementara di awal bab ia diperlihatkan sebagai sosok yang ceria, tanpa ada masalah kesehatan sama sekali. Untuk judulnya sendiri aku tidak mengerti kenapa memilih judul Black Romance. Karena memakai kata black, kupikir ada sesuatu yang berbau dark. Novel ini tidak berbau dark sama sekali. Malah cenderung komedi-romantis, yang berakhir tragis-manis *ups, spoiler :p

Meski ada sedikit kelemahan, tapi tak mengurangi keseruan membaca novel ini. Kalau ingin membaca novel dengan tema perbukuan, novel ini bisa dijadikan rekomendasi. Overall, aku kasih 3/5 bintang untuk novel ini.

Oh ya, ada satu paragraf di novel ini yang sukses bikin aku ketawa ngakak:

“Gadis itu baru diketahuinya bernama Restee M. lewat bukunya ‘Thanks for The Broken Heart’. Restee termasuk salah satu penulis romance andalan Aurora. Bagi Margaret selera publik memang sulit dipredeksi. Hari gini tema putus cinta justru digandrungi para remaja yang sedang galau dan mewek-mewekan ditinggal cowok. Buktinya sudah broken heart saja masih bilang terima kasih.” (hal. 91)

Entah selera humorku ada di mana, tapi aku ngakak lima menit setelah baca paragraf itu. Hahaha. What a funny thoughts from Margaret lol

0 comments:

Post a Comment