Jun 6, 2017

Falling into Place

0


REVIEW FALLING INTO PLACE

Judul: Falling into Place
Penulis: Amy Zhang
Penerjemah: Reni Indardini
Penerbit: POP (Imprint KPG)
Cetakan: I, Oktober 2016
Tebal: 327 halaman
ISBN: 978-602-424-199-5

Blurb:

Di hari ketika Liz Emerson mencoba bunuh diri, Hukum Gerak Newton dibahas di kelas Fisika. Kelembaman, gaya, massa, gravitasi, kecepatan, percepatan... semua itu belum masuk benar ke kepalanya, tetapi seusai sekolah Liz mempraktikkan hukum-hukum itu dengan melajukan mobilnya ke luar jalan raya.

Kini Liz terbaring sekarat di rumah sakit, dan dia bisa meninggal kapan saja. Seperti halnya Liz tidak memahami Hukum Gerak Newton, orang-orang juga tidak memahami kenapa kejadian nahas ini menimpa Liz Emerson, gadis paling populer dan paling tangguh di Meridian. Tetapi aku paham. Aku bersamanya sewaktu mobil menabrak pagar pembatas jalan dan berakhir di dasar bukit. Aku paham kenapa kami jatuh bebas di tempat itu di minggu ketiga bulan Januari. Aku tahu alasan Liz mengakhiri hidupnya. Aku paham kesedihan yang dialami Liz, alangkah kesepiannya dia dan betapa hancur hatinya.

Setiap aksi menghasilkan reaksi. Namun Liz Emerson tidak perlu lenyap dari dunia ini, bukan?

Review:

Kadang bunuh diri diasosiasikan dengan pribadi yang pendiam dan terkucil. Liz Emerson tak seperti itu. Dia bukan gadis muram yang menarik diri dari dunia. Alih-alih seperti itu, Liz termasuk golongan cewek populer di sekolah. Dia suka mabuk-mabukan dan ikut pesta di sana-sini. Dengan sifatnya yang liar, Liz seolah memperlihatkan dirinya yang tangguh di hadapan orang-orang, termasuk sahabatnya Kennie dan Julia. 

Tak ada yang tahu apa yang sesungguhnya dirasakan Liz. Liz begitu pandai menyembunyikan kesedihan dan penyesalan atas apa yang dia lakukan. Dia merasa segala hal buruk yang terjadi merupakan kesalahannya. Sayangnya, Liz tak bisa memperbaiki apa yang menurutnya sudah rusak tersebut. Alhasil, Liz makin merasa 'tenggelam' dan 'tak tertolong'.

Sebenarnya, Liz tahu dia mengalami depresi yang mahaparah. Dengan ibu yang sering bepergian, perasaan sepi yang dirasakannya begitu hebat. Hanya saja, saat dia hendak meminta tolong, Liz sangat merasa gengsi. Liz memang gadis yang keras kepala. Terlebih dengan reputasinya, rasanya aneh sekali orang seperti Liz bisa mengalami depresi. Yang Liz tidak tahu, kesedihannya makin lama makin tak terbendung. Dan, ketika dia sudah mencapai batasnya, Liz tak peduli lagi akan keselamatannya sendiri. Yang dia tahu, dia harus mengakhirinya, sebelum semuanya bertambah parah. Karena bagi Liz, untuk hidup pun, dia sudah tidak layak lagi.

***

Awalnya aku sama sekali tidak berniat beli buku ini. Tanpa pertimbangan buku ini bagus atau jelek, recommended atau tidak, aku langsung comot saja di sebuah olshop, karena harganya tergolong murah. Aku sama sekali tak menyangka akan sangat menyukai buku ini. Aku memang tahu buku ini tentang cewek yang hendak bunuh diri (yang mana genre favoritku), tapi aku tak menyangka isinya lebih dari itu. Buku ini benar-benar membiusku, membuatku berkali-kali berhenti membaca, karena tak tahan dengan nuansa suramnya. Selalu ada perasaan sesak tiap mengetahui apa yang dirasakan Liz Emerson. Bab demi bab mengantarku memahami alasan yang membuat Liz mantap mengakhiri hidupnya dengan cara menabrakkan mobil.

Depresi memang bisa dialami siapa saja. Tak terkecuali Liz yang dilabeli cewek populer. Dengan bab-bab pendek dan alur yang maju-mundur di novel ini, aku mencoba mengakumulasikan kejadian yang dialami Liz yang membuatnya tertekan dan memutuskan untuk bunuh diri. Mulai dari kecelakaan yang dialami ayahnya, kecanduan sahabatnya Julia akan marijuana, aborsi yang dilakukan Kennie, video Liam yang disebarkan Liz... dan masih banyak lagi yang lainnya. Liz merasa dia lah biang keladi dari semua hal itu. Liz memang ceroboh, dia belum mengerti tentang konsekuensi atas perbuatannya—meski awalnya dia melakukannya demi membalas sakit hati sahabatnya sendiri. Bahkan dari hal iseng yang dilakukannya, Liz tak tahu dampak yang ditimbulkan begitu besar dan menakutkan. Ya, terkadang hidup memang seperti itu. Kita tak tahu bagaimana roda hidup seseorang berjalan, terlebih ketika kita ikut andil di dalamnya.

Terlepas dari perbuatan buruk yang dilakukan Liz, aku merasa empati dengan apa yang dia rasakan. Rasanya aku ingin memeluk Liz saat dia merana dan merasa tak berharga sambil berkata, "Kamu memang bersalah, Liz. Tapi itu semua bukan kesalahanmu." Hmm... mungkin aku terlalu menghayati bacaan dan terbuai dengan penderitaan Liz, jadi aku sampai berpikir begitu. Hahaha. Tapi, kuakui itu semua tak terlepas dari narasi menawan Amy Zhang yang membuatku larut dengan ceritanya. Ah ya, terjemahannya pun bagus sekali. Itu juga poin plus kenapa aku begitu terhanyut dengan apa yang dialami Liz.

Untunglah, novel ini berakhir baik, meski tak bisa dibilang happy ending. Yang jelas, Liz mendapatkan kesempatan kedua. Menurutku, Liz pantas mendapatkannya. Dia layak dicintai dan berharap hal-hal baik akan terjadi. Setelah kecelakaan parah yang dialaminya, aku tahu hal itu pasti akan mengubah kepribadian Liz.

Overall, aku puas dengan novel ini. Aku merekomendasikan novel ini bagi siapa pun yang memang suka tema cerita tentang bunuh diri. Nuansanya memang kelam, tapi itu tak mengubah pesan yang ingin disampaikan Amy Zhang di novel ini. Berhubung aku suka cerita yang gloomy dan menekankan pada kondisi kejiwaan seseorang, Falling into Place masuk menjadi salah satu buku favoritku. Yep, I definitely love this book!!

Last, karena banyak sekali kalimat yang quotable, aku menaruhnya di postingan tersendiri. Bisa dicek di sini untuk lebih lengkapnya. Selamat membaca! :)

0 comments:

Post a Comment