Dec 31, 2017

Alcatraz Vs. The Evil Librarians #2 - The Scrivener's Bones

0


REVIEW ALCATRAZ VS. THE EVIL LIBRARIANS #2 - THE SCRIVENER'S BONES

Judul: Alcatraz Vs. The Evil Librarians #2 - The Scrivener's Bones
Penulis: Brandon Sanderson
Penerbit: Mizan Fantasi
Cetakan: I, Juli 2017
Tebal: 397 halaman
ISBN: 978-602-610-999-6

Blurb:

Perpustakaan Alexandria yang tersohor, tempat segala jenis pengetahuan tersimpan, sebenarnya masih berdiri hingga saat ini! Jika kau kira perpustakaan itu sudah dihancurkan, maka kau termakan kebohongan para Pustakawan Durjana.

Dalam perjalanan ke Kerajaan Merdeka, Alcatraz tiba-tiba memutuskan untuk belok arah ke Perpustakaan Alexandria, karena Kakek Smedry pergi ke sana, dan Alcatraz tahu kakeknya itu pasti akan terlibat masalah dan mungkin akan membutuhkan bantuannya. Tapi tugas ini tidak mudah, karena Perpustakaan Alexandria dijaga oleh para Kurator, roh-roh yang menyerupai tengkorak dan akan merenggut jiwamu jika kau berani-berani memindahkan satu buku saja dari perpustakaan itu. Selain itu, Alcatraz juga dikejar-kejar oleh salah satu Pustakawan Kerangka Juru Tulis yang hendak mengorbankannya di altar berdarah.

Review:

Saat menunggu Kakek Smedry di bandara, Alcatraz dikejar oleh Para Pustakawan. Para Pustakawan itu berusaha menembak dirinya. Untunglah Alcatraz berhasil melarikan diri. Dia dijemput Bastille menggunakan Dragonaut. Bentuk Dragonaut sangat fantastis. Kendaraan tersebut terbuat dari kaca dan bentuknya menyerupai naga yang bisa mengepakkan sayapnya bak makhluk hidup.

Selain Bastille, di dalam Dragonaut sudah menanti Draulin, ibu Bastille; Australia, sepupu Alcatraz; dan Kazan, paman Alcatraz. Rupanya Kakek Smedry punya urusan lain sehingga tak bisa menjemput Alcatraz. Lewat perbincangan saat menggunakan Lensa Kurir, Alcatraz tahu kakeknya itu telah menemukan keberadaan ayah Alcatraz di Perpustakaan Alexandria.

Sejak dulu Alcatraz penasaran dengan sosok ayahnya. Dia pun berusaha menyusul Kakek Smedry. Namun, mendadak saja Dragonaut diserang oleh Pustakawan Kerangka Juru Tulis. Ketika terjadi pertempuran, sayangnya Dragonaut tak dapat diselamatkan. Kendaraan itu pun jatuh di sebuah hutan. Untunglah tak ada yang celaka gara-gara peristiwa tersebut.

Lewat bakat Kaz yang kerap tersesat, Alcatraz, Australia, Draulin, dan Bastille akhirnya menemukan Perpustakaan Alexandria. Alcatraz menyangka perpustakaan tersebut berdiri megah, seperti yang disangkanya selama ini. Tak tahunya, Perpustakaan Alexandria hanya berupa gubuk mungil dengan satu kamar. Buyar sudah bayangan Alcatraz mengenai perpustakaan yang tersohor tersebut.

Di dalam Perpustakaan Alexandria, Alcatraz terpisah dengan yang lain. Dimulailah petualangan Alcatraz yang menakjubkan dengan melibatkan roh-roh para Kurator, aturan-aturan yang melibatkan buku-buku di perpustakaan, dan penemuannya akan keturunan Smedry.

***

Alcatraz kembali menyajikan kisah konyol dan penuh humor dalam buku kedua Alcatraz Vs. The Evil Librarians. Seperti halnya di buku pertama, Alcatraz menyuguhkan kalimat pembuka yang tergolong tak lazim. Memang cukup membingungkan, tapi sekaligus membuat pembaca penasaran apa yang ingin Alcatraz sampaikan dalam narasinya itu.

Kemunculan anggota keluarga Alcatraz yang lain membuat buku ini semakin menarik. Seperti yang diketahui, bakat keluarga Smedry tergolong aneh. Misalnya saja bakat sepupu Alcatraz yang bernama Australia. Australia punya bakat bisa bangun pagi dengan tampang jelek. Sementara paman Alcatraz, Kaz punya bakat selalu tersesat. Meski terlihat tak masuk akal, tapi bakat-bakat tersebut berhubungan dengan petualangan Alcatraz di perpustakaan Alexandria. Jadi, bukan tanpa alasan kenapa penulis memilih bakat-bakat tersebut.

Sebagai anggota keluarga Smedry, Alcatraz mendapat pengawalan penuh dari Draulin dan Bastille. Australia dan Kaz juga menganggapnya pemimpin. Hal ini membuat Alcatraz bimbang. Dia tak mau berada di posisi di mana semua orang tergantung pada keputusannya. Karena bagaimana pun menjadi pemimpin berarti harus tahu konsekuensi atas pilihan yang diambil. Dan Alcatraz belum siap dengan hal itu.

Itulah masalahnya dengan menjadi pemimpin. Semuanya tentang pilihan--dan pilihan itu tak pernah terasa menyenangkan. (hal. 132)

Walau demikian, keinginan menjadi pahlawan atau pemimpin selalu terbersit di benak Alcatraz. Melihat masa kecil dan bakatnya yang kerap merusak, tentu membuat Alcatraz berharap ada masa di mana dia berada di pihak yang 'membetulkan' dan bukannya 'merusak'. Bastille yang paham akan hal itu membesarkan hati Alcatraz.

"Menurutku kau tidak payah dalam tugasmu, Alcatraz," katanya. "Memegang tanggung jawab itu berat. Jika segalanya berjalan dengan baik, tak ada yang menaruh perhatian. Kalau ada yang salah saja, kaulah yang selalu dipersalahkan. Menurutku kau lumayan. Kau hanya perlu sedikit percaya diri." (hal. 237-238)

Keberhasilan Alcatraz melawan Pustakawan Kerangka Juru Tulis yang membuntutinya tak terlepas dari kecerdasan Alcatraz melihat kesempatan dan memanfaatkan aturan-aturan mengikat yang dikemukakan para Kurator. Pun ketika Alcatraz berhasil membuat ayahnya 'hidup' kembali. Sayangnya, Alcatraz harus menelan kekecewaan akan sang ayah. Walau demikian, sesungguhnya misi telah tercapai. Jadi, sudah sepatutnya Alcatraz senang akan hal itu.

Kami berjalan, langkahku mulai semakin ringan. Kaz benar. Memang, segalanya tidak sempurna, tetapi kami berhasil menyelamatkan ayahku. Pergi ke Perpustakaan terbukti pilihan yang sangat baik, pada akhirnya. (hal. 299)

Novel ini diakhiri dengan epilog yang membuat pembaca bertanya-tanya. Perubahan seperti apa yang dialami Alcatraz? Dan kenapa pula dia menyebutkan dirinya tiruan dan barang palsu? Jawabannya tentu disimpan pada buku ketiga. Seri Alcatraz ini memang patut dinantikan. Karena jawaban yang menggantung akan terkuak di buku selanjutnya.

Rate: 5/5 bintang

0 comments:

Post a Comment