Oct 30, 2018

Resilience: Remi's Rebellion

1


REVIEW RESILIENCE: REMI'S REBELLION

Judul Buku: Resilience: Remi's Rebellion
Penulis: Nellaneva
Penerbit: Bhuana Sastra
Cetakan: I, Oktober 2018
Tebal: 484 halaman
ISBN: 978-602-483-107-3

Blurb:

Masalah terbesar Remi:
- Aneh
- Sulit bergaul
- Tidak punya teman

Remi, enam belas tahun, hanya satu dari sedikit populasi siswa aneh dan introver di sekolahnya. Bukan kutu buku, bukan juga genius perfeksionis. Sehari-hari hanya berkhayal, berkeliaran, dan menghabiskan waktu sendirian. Karena suatu mimpi, dia bertekad melakukan perubahan dengan melibatkan Kino, ketua kelasnya yang supel. Bersama Kino, dia memulai pemberontakan—Rebellion—yang mengajarinya hal-hal baru soal persahabatan dan pengembangan diri.

Namun, menginjak usia seperempat abad, usai ditinggal sahabat terbaik dan menghadapi kegagalan dalam meraih cita-cita, Remi merasa kembali ke titik awal. Dia pun mencari arti lain dari pemberontakannya melalui lewat kakak beradik—Emir dan Elang—yang mengantarkannya pada solusi baru: Resilience.

Bukan sekadar mengejar cinta, ini adalah perjalanan mencari jati diri ketika konflik terbesar adalah konflik batin yang berasal dari diri sendiri.

Review:

Remi, 16 tahun, manusia paling skeptis di dunia. Gara-gara mengalami perlakuan buruk di masa lalu, dia menjadi pribadi yang merasa tak ingin berhubungan dengan manusia mana pun. Terlebih dia juga tak mendapat kasih sayang yang cukup dari keluarganya. Namun, setelah bermimpi menjadi nenek-nenek kesepian di masa tuanya, Remi ingin berubah. Dia mulai ingin berteman. Interaksinya dengan Kino lah yang mengawali itu semua. Kino membantunya membuka diri dengan sekitar dan berusaha tak melulu berpikiran negatif. Bersama Kino pula, Remi mencicipi arti bahagia. Bisa dibilang, Kino lah penyelamat hidupnya. Yang Remi tidak tahu, hal itu pula yang kelak akan membelenggunya.

Remi, 25 tahun, dia masih menjadi manusia skeptis, meski tak separah saat dia remaja. Kini dia memiliki teman baik, pekerjaannya pun tergolong baik. Namun, harapannya akan Kino tak kunjung berakhir. Saat itulah, dia bertemu Emir dengan cara yang terbilang aneh dan serba kebetulan. Emir bukan laki-laki yang menyenangkan. Namun, rasanya seperti ada benang merah tak kasat mata di antara mereka. Pertemuannya dengan Elang, adik Emir pun seolah menegaskan hal itu. Dunia Remi yang awalnya hanya berpusat pada Kino, sekarang mulai bergeser. Kini, Remi lah yang harus memilih. Apa dia akan melepas ketergantungannya pada masa lalu, atau menatap ke depan bersama orang yang baru.

***

Novel ini bagus. Amat sangat bagus. Disuguhkan dengan gaya menulis ala buku harian, membuat pembaca diajak menyelami pemikiran-pemikiran Remi. Novel ini memang cukup tebal, karena mencakup dua bagian, yaitu buku harian Remi saat dia remaja, dan saat dia dewasa. Meski demikian, tak butuh waktu lama untuk menamatkan novel ini. Gaya penceritaannya yang menarik, sedikit sarkas, dan tak membosankan, membuat siapa pun akan enjoy mengikuti kisah Remi.

Berkaca pada pengalaman Remi, tentu tak sedikit remaja yang memiliki masalah dengan kehidupan sosialnya. Remi sendiri karena pernah dijauhi teman dekatnya saat kecil, dirisak di sekolah, plus lingkup keluarganya yang tak mendukung, imbasnya begitu buruk bagi kepribadiannya. Remi menjadi pribadi yang tertutup dan seolah memandang dunia bagai musuh. Untunglah, Remi memiliki kesadaran untuk berubah. Dia tak ingin selamanya menjadi sosok menyedihkan yang tak punya teman. Dia pun meminta pertolongan. Dan, pertolongan itu didapatnya dari sosok bernama Kino.

Berkenalan dengan Kino membuat perspektif Remi berubah. Dia menjadi orang yang lebih positif dan terbuka. Menarik melihat karakter Kino di sini, bagaimana dia menyanggupi permintaan Remi untuk diajari cara berteman. Bagi orang-orang normal, berteman memang hal mudah. Diawali dengan percakapan, interaksi, basa-basi, itu bukan masalah besar. Namun, bagi Remi, hal-hal tersebut menyusahkan dan bikin repot. Kino tak menyalahkan sikap Remi tersebut. Yang dilakukannya adalah mengajari Remi untuk lebih luwes dalam bersikap, sehingga dia pun bisa memiliki teman.

Meski Kino mampu mengubah Remi, namun sikap skeptis Remi tak langsung hilang begitu saja. Saat ada masalah, maka kebiasaannya untuk hibernasi kembali muncul. Remi memang cenderung berpikiran buruk terhadap apa pun. Perasaan selalu tidak beruntung membuatnya semakin skeptis dalam menyikapi masalah. Di sinilah peran Kino. Dia menyokong, mendukung, dan memberi energi positif pada Remi, sehingga Remi bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

Sayangnya, ada dampak negatif yang dirasakan Remi terhadap Kino, yaitu perasaan ketergantungan yang sangat besar. Kino seperti pusat segalanya bagi Remi. Hal ini nampak jelas ketika novel ini memasuki bagian kedua di mana Remi mulai menceritakan kisah hidupnya saat dia berumur 25 tahun. Susah sekali bagi Remi untuk tak selalu mengaitkan hidupnya pada Kino. Dia menganggap Kino penyelamat hidupnya, sentranya, sehingga dia enggan sekali meninggalkan Kino, meski secara fisik mereka terpisahkan oleh jarak dan waktu.

Mereka tidak pernah memperingatkan bahwa kedekatan personal bisa menimbulkan ketergantungan. Betapa pada akhirnya kamu jadi sangat bergantung kepada orang tersebut dan merasa tidak bisa melakukan apa-apa tanpanya. Dan, tanpa kusadari, aku telah terjangkit ketergantungan itu. (hal. 213)

Perubahan hidup Remi mulai terasa ketika dia mengenal Emir. Emir juga sosok yang menarik di mana dia dikisahkan sebagai laki-laki yang cool, sengak, namun pandai luar biasa. Komentarnya yang tajam kerap menyakiti hati Remi. Namun, rupanya ada masa lalu kelam yang menyelimuti kehidupan Emir. Itu pula yang membentuknya menjadi pribadi yang dingin pada orang lain.

Melihat kehidupan Remi dan Emir, rasanya seperti melihat dua orang terluka yang dipertemukan oleh takdir. Memang tak mudah bangkit dan selalu berpikir positif terhadap segala hal. Seperti itulah yang dilihat Emir pada diri Remi—dia seperti melihat dirinya yang dulu. Namun, hal itu pula yang membuat Emir mampu memahami Remi dan segala pemikiran anehnya. Pada akhirnya, memang tak ada yang lebih membahagiakan selain dipahami oleh orang lain.

Kisah yang disajikan dalam novel ini memang sangat kompleks, tak muluk-muluk, dan realistis. Pemikiran-pemikiran Remi yang sangat quotable pun bertaburan dan memberi perenungan tersendiri. Tak hanya itu, tokoh-tokohnya juga mewakili sosok-sosok yang diharapkan ada pada kehidupan seseorang. Misalnya, dari Kino, kita berharap ada sosok seperti dia yang membawa perubahan dalam kehidupan kita. Dari Jois, kita tahu akan ada sahabat sejati yang selalu memikirkan kita. Dari Elang, adik Emir, kita belajar sikap optimis selalu dibutuhkan meski secara fisik kita tak seberuntung manusia normal. Dan, dari Emir, kita tahu harapan itu selalu ada, meski sebelumnya dunia kita serasa jatuh dan kehilangan arah. 

Bagi beberapa orang, kisah Remi sungguh relatable. Menjadi pribadi yang skeptis memang tak mudah. Novel ini membantu untuk lebih memahami orang-orang seperti Remi di dunia nyata, bagaimana mereka harus bertarung melawan diri sendiri setiap harinya. Selain itu, kisah cinta Remi dan Emir dalam novel ini pun memberi pengharapan, bahwa siapa pun berhak merengkuh kebahagiaan bersama orang yang tepat, meski sebelumnya didera derita.

Rating: 5/5 bintang

1 comment: