REVIEW EPHEMERA
Judul: Ephemera
Penulis: Akaigita
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, April 2020
Tebal: 296 halaman
ISBN: 978-602-06-03654-09
Blurb:
Rumah di tepi rawa itu menyimpan bahaya. Dari kucing-kucing yang menghilang tanpa jejak, kerisik aneh di langit-langit pada malam hari, hingga takhayul keberadaan makhluk setinggi pohon kelapa yang menjaga tanah ini.
Suatu hari, Venus—anak perempuan penghuni rumah—terjatuh ke sumur dan koma. Saat dia siuman, dia mengaku terpeleset karena kaget melihat ular besar di sana. Tapi benarkah pengakuannya itu?
Lantas mengapa Adam, sahabat karib Venus, dikucilkan dan dituduh mendorong gadis itu ke sumur? Mengapa pula Luna, adik Venus yang serbatahu malah diam seribu bahasa?
Rumah di tepi rawa itu tak hanya menyimpan bahaya, tetapi juga rahasia gelap yang tak boleh menyebar.
Review:
Venus mengalami koma setelah jatuh ke dalam sumur. Akibatnya, memori Venus sedikit terganggu. Sebenarnya, tak ada masalah dengan hal itu. Tapi, hal-hal aneh mulai terjadi. Sahabatnya Adam mulai menjaga jarak darinya. Ibunya yang tak suka kucing mendadak mengijinkan Venus memelihara kucing. Venus sadar ada yang tak beres. Sayangnya, dia tak mengerti duduk persoalannya. Alhasil, dia dibingungkan dengan tingkah laku orang-orang di sekitarnya.
Lambat laun, keadaan jadi tak kondusif. Puncaknya waktu Venus dan adiknya Luna bertengkar di sekolah. Sementara itu, Adam diam-diam sering menemui Luna. Padahal dia dilarang berhubungan dengan keluarga Venus. Adam melakukannya karena simpati pada Luna. Gara-gara sering bersama, perlahan Adam memiliki perasaan pada gadis itu.
Makin lama, keadaan makin tak terkendali. Mana yang benar dan salah jadi berbaur. Yang lebih penting, benarkah ada ular besar di rawa, penyebab Venus jatuh ke dalam sumur? Jawabannya tak terduga. Karena seiring terkuaknya misteri itu, misteri lain pun ikut terungkap kebenarannya.
***
Setelah menerbitkan Enigma Pasha, Akaigita kembali menelurkan karya terbarunya yang berjudul Ephemera. Judulnya begitu unik. Kovernya pun sangat menarik mata. Ephemera sendiri dapat diartikan sesuatu yang tidak kekal. Sungguh permulaan yang bagus untuk memikat pembaca.
Buku ini berkisar pada orang-orang yang tinggal di sekitar rawa. Tak dijelaskan di mana lokasi persisnya. Penulis sengaja menggambarkannya secara awam. Pembaca hanya mengetahui detail-detailnya, sehingga dapat membayangkan seperti apa rawa tersebut, juga orang-orang yang tinggal di sana.
Cerita dalam buku ini bergulir secara apik. Rangkaian misterinya pun membuat pembaca bertanya-tanya. Namun, mendekati penyelesaian masalah, entah kenapa terkesan terburu-buru. Penggunaan dua sudut pandang (orang pertama untuk Venus-Herman, dan orang ketiga untuk Adam-Luna) sedikit tak nyaman. Lebih baik menggunakan sudut pandang orang ketiga saja, sehingga fokus pembaca lebih terjaga.
Buku ini diberi label Young Adult, yang mana ceritanya sedikit lebih berat dibanding teenlit, meski tokohnya kebanyakan remaja. Hal ini wajar mengingat tokoh Luna yang bisa dibilang 'sakit'. Luna dikisahkan masih kelas 1 SMP. Untuk remaja seusia itu, agak aneh melihat dia berani melakukan self harm. Buku ini kesan psikologisnya memang kental. Hanya saja dengan jumlah halaman yang sedikit dan pembahasan yang begitu banyak, jadi kurang tereksplor. Padahal buku ini sangat menjanjikan. Terlebih ceritanya pun beda dengan yang lain.
Penulis sedikit menyinggung alasan pemilihan kata Ephemera sebagai judul. Tokoh Adam pun menyinggung tentang ephemera:
Anehnya, tak ada keterkaitan antara judul dengan cerita dalam buku ini. Bahkan penjelasan mengenai Adam yang gemar mengumpulkan ephemera hanya sebatas trivia, sama sekali tak menjadi penggerak cerita yang umumnya ada pada kisah misteri. Hal ini amat disayangkan. Bagaimanapun pemilihan judul haruslah melingkupi isi cerita. Rasanya seperti penulis memilih judul itu hanya karena unik, sama sekali tak mempertimbangkan isi ceritanya. Hal ini mengingatkan pada novel karya Annisa Insani yang berjudul A Hole in The Head. Sekilas, judulnya terlihat spektakuler. Padahal ceritanya hanya berkutat pada misteri sebuah penginapan tua.
Terlepas dari hal-hal yang disebutkan di atas, buku ini memiliki cerita yang unik. Apabila menyukai kisah berbalut misteri, buku ini bisa dijadikan pilihan bacaan Anda. Selamat membaca!
Rating: 3/5 bintang
Buku ini berkisar pada orang-orang yang tinggal di sekitar rawa. Tak dijelaskan di mana lokasi persisnya. Penulis sengaja menggambarkannya secara awam. Pembaca hanya mengetahui detail-detailnya, sehingga dapat membayangkan seperti apa rawa tersebut, juga orang-orang yang tinggal di sana.
Cerita dalam buku ini bergulir secara apik. Rangkaian misterinya pun membuat pembaca bertanya-tanya. Namun, mendekati penyelesaian masalah, entah kenapa terkesan terburu-buru. Penggunaan dua sudut pandang (orang pertama untuk Venus-Herman, dan orang ketiga untuk Adam-Luna) sedikit tak nyaman. Lebih baik menggunakan sudut pandang orang ketiga saja, sehingga fokus pembaca lebih terjaga.
Buku ini diberi label Young Adult, yang mana ceritanya sedikit lebih berat dibanding teenlit, meski tokohnya kebanyakan remaja. Hal ini wajar mengingat tokoh Luna yang bisa dibilang 'sakit'. Luna dikisahkan masih kelas 1 SMP. Untuk remaja seusia itu, agak aneh melihat dia berani melakukan self harm. Buku ini kesan psikologisnya memang kental. Hanya saja dengan jumlah halaman yang sedikit dan pembahasan yang begitu banyak, jadi kurang tereksplor. Padahal buku ini sangat menjanjikan. Terlebih ceritanya pun beda dengan yang lain.
Penulis sedikit menyinggung alasan pemilihan kata Ephemera sebagai judul. Tokoh Adam pun menyinggung tentang ephemera:
Namun, bagi Adam, seleberan itu adalah harta karun. Ia gemar menyimpan berbagai ephemera semacam perangko, struk belanja, atau pos mading yang sudah basi (hlm. 81)
Anehnya, tak ada keterkaitan antara judul dengan cerita dalam buku ini. Bahkan penjelasan mengenai Adam yang gemar mengumpulkan ephemera hanya sebatas trivia, sama sekali tak menjadi penggerak cerita yang umumnya ada pada kisah misteri. Hal ini amat disayangkan. Bagaimanapun pemilihan judul haruslah melingkupi isi cerita. Rasanya seperti penulis memilih judul itu hanya karena unik, sama sekali tak mempertimbangkan isi ceritanya. Hal ini mengingatkan pada novel karya Annisa Insani yang berjudul A Hole in The Head. Sekilas, judulnya terlihat spektakuler. Padahal ceritanya hanya berkutat pada misteri sebuah penginapan tua.
Terlepas dari hal-hal yang disebutkan di atas, buku ini memiliki cerita yang unik. Apabila menyukai kisah berbalut misteri, buku ini bisa dijadikan pilihan bacaan Anda. Selamat membaca!
Rating: 3/5 bintang
Benar sekali, keselarasan antara judul dan isi cerita harusnya sinkron. Judul kan fungsinya mewakili keseluruhan isi atau jalan cerita. Terlepas dari itu sangat bagus mebuat jalan cerita yang menyimpan penuh misteri, dengan catatan penyelesaiannya juga harus rapi.
ReplyDelete