REVIEW THE FIFTH TO DIE
Judul: The Fifth to Die
Penulis: J.D. Barker
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer
Cetakan: I, 2019
Tebal: 741 halaman
ISBN: 978-623-216-092-7
Blurb:
Seorang gadis yang telah menghilang selama tiga minggu ditemukan tewas di bawah permukaan laguna beku. Pertanyaannya, bagaimana dia bisa berada di situ sementara laguna itu membeku berbulan-bulan lalu? Lebih membingungkan lagi, gadis itu ternyata mengenakan pakaian gadis lain, yang menghilang dua hari yang lalu. Nahasnya, selama masa penyelidikan, para ayah korban juga tewas dengan dugaan dibunuh.
Selagi detektif lain mencoba memahami kasus tersebut, Detektif Porter diam-diam melanjutkan pengejaran Pembunuh Empat Monyet. Hingga pada satu titik, ia menyadari, yang lebih menakutkan daripada pikiran seorang pembunuh berantai adalah pikiran ibu sang pembunuh...
Review:
Kembali terjadi pembunuhan yang menggemparkan. Polisi menemukan jasad Ella Reynolds di bawah permukaan laguna yang membeku. Yang membingungkan, Ella Reynolds memakai pakaian Lili Davies. Padahal Lili Davies dikabarkan menghilang dua hari sebelumnya. Semua orang segera beranggapan dalang di balik pembunuhan itu adalah Anson Bishop—Pembunuh Empat Monyet.
Porter dan timnya ditugasi untuk menguak misteri pembunuhan itu. Porter beranggapan ada pembunuh lain, melihat modus operandinya yang berbeda. Sayangnya, Porter dilarang melanjutkan penyelidikan. Dia ketahuan menyembunyikan barang bukti pada kasus sebelumnya. Akibatnya, pekerjaannya harus ditangguhkan untuk sementara waktu.
Tak ada yang tahu Porter terpaksa menyembunyikan barang bukti gara-gara dihantui pesan terakhir Bishop. Bishop memang memintanya mencari keberadaan sang ibu. Berbekal foto dan buku harian Bishop, Porter pergi ke penjara tempat ibu Porter dikurung. Seorang pengacara bernama Sarah Werner ikut bersamanya. Seiring perjalanan, mereka cukup dekat, sehingga Porter nyaman menceritakan kisah hidupnya.
Selama Porter menyelidiki ibu Bishop, pembunuhan lain terus terjadi. Para penyidik pun berusaha mencari keterkaitan kematian para korban. Ketika kebenaran mulai terkuak, ternyata masih ada misteri lain yang menyelimuti. Dan, itu melibatkan masa lalu Bishop dan orang-orang terdekatnya dulu.
***
Sebagai sekuel The Fourth Monkey, The Fifth to Die masih diwarnai adegan yang membuat pembaca bergidik ngeri. Misalnya saja adegan penyiksaan dalam tangki ketidakberdayaan. Tangki ketidakberdayaan populer di tahun lima puluhan. Pada tangki tersebut dimasukkan air asin yang dipanaskan sampai suhu 35 derajat Celcius, sesuai dengan suhu tubuh manusia. Seharusnya berada dalam tangki tersebut membawa ketenangan—seperti ajaran Zen. Namun, oleh sang pembunuh tangki tersebut digunakan sebagai alat percobaan, yang membuat korbannya tewas karena tenggelam.
Dalam buku ini, pembaca dibuat menebak-nebak sosok sang pembunuh. Nyaris tak ada clue mengenai dirinya. Fokus cerita pun terpecah menjadi dua: pencarian lokasi sang pembunuh dan usaha Porter menguak masa lalu Bishop. Hal ini membuat intens cerita agak menurun, tak seperti buku pertamanya. Pembaca juga mesti bersabar menunggu keterkaitan pembunuh dan Bishop. Baru menjelang ending segalanya terkuak. Kejutan kembali diberikan penulis, yang membuat pembaca tak sabar menanti kelanjutan buku ini.
Meski dari segi cerita sangat menarik, sayangnya buku ini banyak sekali typo. Terlihat sekali naskah tak dibaca secara teliti. Bahkan tak jarang ada typo nama yang sangat mengganggu. Diharapkan di buku selanjutnya hal tersebut diminimalkan. Peran editor sangat besar di sini untuk memeriksa naskah sebelum diterbitkan.
Overall, buku ini bisa dijadikan pilihan bagi siapa pun yang menyukai novel dengan genre thriller. Buku ini memang cukup tebal, tapi alurnya yang cepat tak akan membuat bosan. Ada pula beberapa kalimat yang quotable. Kalimat-kalimat tersebut dapat dibaca di bawah ini:
Meski dari segi cerita sangat menarik, sayangnya buku ini banyak sekali typo. Terlihat sekali naskah tak dibaca secara teliti. Bahkan tak jarang ada typo nama yang sangat mengganggu. Diharapkan di buku selanjutnya hal tersebut diminimalkan. Peran editor sangat besar di sini untuk memeriksa naskah sebelum diterbitkan.
Overall, buku ini bisa dijadikan pilihan bagi siapa pun yang menyukai novel dengan genre thriller. Buku ini memang cukup tebal, tapi alurnya yang cepat tak akan membuat bosan. Ada pula beberapa kalimat yang quotable. Kalimat-kalimat tersebut dapat dibaca di bawah ini:
Terkadang mengingat hal yang buruk merupakan hal yang bagus. Membuat yang lain terlihat tidak terlalu buruk. (hal. 157)
Jangan takut pada mereka yang membunuh jasad, tapi tidak mampu membunuh jiwa, tapi takutlah padanya yang mampu menghancurkan jiwa dan jasad di neraka. (hal. 341)
Aku tidak tahu bagaimana dia masih bisa bertahan sampai sekarang. Mereka mengeluarkan banyak sekali otaknya, dia bisa menjadi politisi. (hal. 698)
Rating: 4/5 bintang
0 comments:
Post a Comment