(plus
curcol tentunya)
Oh ya, 'The Good Place' bisa ditonton di Netflix. Happy watching!
“Semakin lama kita menenggelamkan diri ke dalam internet, semakin sering kita melihat apa yang ingin kita lihat, dan semakin kita percaya pada apa yang kita percayai selama ini.” (hal 69-70)
Selama beberapa waktu, anak-anak muda akan menguasai dan mengguncang internet. Lalu internet akan mengguncang kenyataan. Dan zaman kegelapan pun menjelang. (hal. 182)
"Aku tidak bisa meninggalkan temanku.""Tidak, tetapi terkadang mereka yang meninggalkanmu." (hal. 18)
"Aku akan memberitahumu rahasia kecil, Frank. Orang cenderung menurunkan kewaspadaan mereka di dekat polisi bodoh. Kau akan terkejut betapa bermanfaatnya beberapa lelucon dan pakaian kusut." (hal. 68)
"Lupakan matamu—penglihatan hanya kekasih penuh penipuan—setelah kau memercayai indramu yang lain dengan sama besarnya seperti kau memercayai matamu, baru kau benar-benar belajar untuk melihat." (hal. 161)
"Kecantikan pernah memicu banyak perang, tetapi belum pernah mengakhiri satu pun perang. Kecantikan memiliki rasa tidak seperti yang lain. Itu adalah racun yang paling manis. Kau akan menginginkan lebih bahkan saat kematian merenggut nyawamu." (hal. 215)
"Semua hal ada harganya. Aku tahu apa yang kalian pikirkan—kalian pikir kita bisa menghidupkan lagi truk ini, dan pergi ke suatu tempat yang lebih baik. Yah, coba tebak, tidak ada tempat yang lebih baik, hanya tempat yang berbeda. Seluruh dunia adalah tangki septik. Yang bisa kalian lakukan hanyalah memilih sudut yang lebih bersih dan menahan baunya selama mungkin, kemudian pindah ke tempat lain." (hal. 266)
Terkadang solusi yang mudah atau yang sudah jelas bukanlah yang terbaik, dan terkadang yang terbaik itu tidak jelas atau mudah. (hal. 315)
"Kenangan itu mengalir, seperti air. Bisa meresap ke celah dinding paling kecil, setetes demi setetes, tetapi tidak pernah hilang sepenuhnya, mereka bertahan di sana, sampai tidak bisa lagi dibendung, kemudian mereka akan mencari pintu, mereka meraih cahaya. Ingatanmu ingin keluar. Kau hanya perlu membiarkannya. Mereka mendesak bagian belakang dinding itu." (hal. 496)
“Alin tidak tahu, Teh. Dia tidak tahu kalau buku memberi tahu kita tentang banyak hal. Semuanya ada di buku. Seluruh pengetahuan dunia ini ada di buku. Begitu kan, Teh Yas?” (hal. 36)
Bahagia yang menyedihkan sebenarnya. Bahagia karena anak delapan tahun itu sudah begitu dewasa. Alin tahu apa yang harus dikerjakannya. Alin tahu di mana tempat ia hidup. Tapi kasihan juga. Anak sekecil itu harus memikul beban yang berat. Mestinya ia bermain dan belajar sebagaimana anak lain seusianya. (hal. 41)
“Dini, tidak semua anak seperti Jiko! Jangan menyamaratakan mereka seperti itu dong! Kamu pikir semua orang kaya, terpelajar, itu baik? Pencuri besar itu biasanya orang kaya, biasanya terpelajar!” Yasmin akhirnya meledak. (hal. 91)
Tapi sejak itu Alin mulai belajar banyak hal. Semua yang hidup pernah merasakan sehat dan sakit. Nilai hidup tidak ditentukan dari mana kita berasal dan di mana kita mati. Nilai hidup ada dalam proses menjalani. Siapa yang bisa menjalani hidup lebih baik, lebih bijak, lebih berguna, lebih ikhlas, lebih bertakwa, itulah orang-orang yang berbahagia. Begitulah pelajaran yang Alin tangkap, pelajaran yang diberikan emak selama ini. (hal. 157)
Ibu yang telah meninggal, perlahan-lahan memang bisa kulupakan. Namun, ayah yang tiap hari harus kuhadapi dengan kesabaran penuh, tak akan bisa beranjak dari pikiranku. (hal. 26)
“Jika kalian ingin cerdas, jujurlah! Karena kejujuran adalah kecerdasan yang sudah mulai langka. Ingat, kejujuran bukan gunung batu! Kejujuran bisa diperbarui! Mulailah!” (hal. 32)
Andai saya bisa seperti Nabil, yang hanya dengan bercerita, lukanya seperti terembus angin sepoi, mungkin saya tak seterpuruk sekarang ini. Harusnya saya banyak dari Nabil tentang manajemen luka, belajar tentang sabar, dan banyak lagi yang harus saya pelajari darinya, kecuali dalam hal mendapatkan cinta. (hal. 37)
“Jika masalah harus dihargai dengan air mata, suatu saat orang tak akan percaya lagi dengan tangis kita.” (hal. 54)
“Luka, duka, derita, tak menunggu orang dewasa dulu untuk ditimpanya. Semua kepahitan itulah yang akan menempa kedewasaan. Ayahku memang meninggal belum setahun, tapi saya kehilangan sosoknya sejak saya lahir.” (hal. 60)
Kutanyakan padamu, adakah hati yang tak teriris melihat pemandangan serupa itu terjadi pada ayahnya? Ayah yang dulu bersamamu mencipta kenangan manis, ayah yang dulu pernah memberimu tawa, kini serupa tahanan yang meminta belas kasihan. (hal. 93)
Sesal tak pernah datang tepat waktu. Sesal selalu menunggu semua tak bisa lagi terulang kembali, lalu datang mengetuk pintu untuk memberi kabar bahwa semua tak ada artinya lagi. (hal. 95)
“Allah sebaik-baik penolong dan tempat meminta, Rud! Setahun, dua tahun, itu ukuran dokter. Allah bisa mengubah segalanya lewat doa-doa kamu, Rud! Tentu saja sambil menguji kesabaranmu.” (hal. 123)
“Melupakan tak selamanya berarti pengkhiatan, Rud! Kamu memang harus tetap mengingat ayahmu dalam doa.” (hal. 126)
Tak perlu melihat lagi kepada masa lalu yang telah kutinggalkan. Tak perlu melihat kepada masa lalunya, karena yang kami miliki adalah hari iniYang aku butuhkan sekarang hanyalah hari ini.
Aurora Fatima Source here |
Kehilangan-kehilangan ini akan terus terjadi. Suka tidak suka, orang harus membiasakan diri.
"Tapi sebenarnya tidak ada campur tangan Tuhan dalam urusan hidup manusia, betul? Kerja sama semesta bentuknya tidak seperti itu. Hidup hanya rangkaian kebetulan demi kebetulan. Itu saja, tak lebih. People are just reaching too much. Bahwa saya masih berada di sini pun sangat mungkin hanya kebetulan semata."
Persahabatan baru selalu terasa menyenangkan.Tidak, persahabatan memang selalu terasa menyenangkan.Terasa jauh lebih menyenangkan saat kamu mengenangnya setelah bertahun-tahun kemudian, saat kamu tahu ia diulurkan dari kepolosan yang tulus. Yang masih tidak tahu apapun tentang resikonya. Mungkin seperti itu pulalah cinta pertama. Namun, saat aku mengenang saat-saat itu lagi, aku sadar seringnya cinta butuh waktu yang lebih banyak untuk bisa disimpulkan.
Tak ada kebetulan yang terjadi seperti ini.Tak akan pernah ada, tanpa dukungan alam semesta yang sedemikian rupa.Tak ada yang lebih menyiksa daripada keadaan letterless. Perpisahan tanpa kata itu paling menyakitkan.
Namun, hidup tak bekerja dengan cara demikian. Setiap kita mulai merasa mapan dengan sistem kita, dengan antisipasi-antisipasi dan rencana-rencana, hidup pasti punya cara untuk mengguncangkannya hingga semuanya terburai kembali.
"Bahwa justru keadaan melelahkan ketika kita mengikuti keinginan cinta, seperti yang bapak sampaikan tadi, itulah yang menjaga spesies manusia tetap berkelanjutan. Upaya orang-orang untuk tetap merasakan dopamin, endorfin dan oksitosin saat harapan-harapan tentang cinta mereka terpenuhi, memang terlihat konyol. Tapi, tanpa itu, tak ada ada reproduksi dan spesies ini sudah lama punah.
"Karena tak ada alasan untuk yang sebaliknya, Pak Dinar. Dan memercayai sesuatu, sesulit apapun, semustahil apapun, tetap lebih baik daripada tidak percaya pada apa-apa.
"Anita, mendiang istri saya, percaya pada takdir. Pada jodoh dan semacamnya, meskipun dia mungkin sebenarnya sadar itu sama sekali tidak masuk akal. Dia akan bilang tidak semua hal perlu dicerna dengan akal sehat. Ada orang-orang yang menunggu cinta sejati mereka bertahun-tahun, supaya kembali atau tidak kelewatan, tapi mereka tetap tidak kembali. Atau mereka kembali tapi tidak dalam keadaan sama—because they just don't grow at the same rate. Itu bukan takdir, dokter. Itu semua terjadi atas dasar hukum sebab-akibat. Tapi Anita bahkan percaya pada zodiak dan kartu Tarot. Saya tak pernah melihat seseorang begitu kuat memercayai sesuatu yang tak benar-benar nyata dan ada. Jadi, saya mencoba percaya. Pada Tuhan. Saya berdoa setiap hari, setiap malam agar dia tidak pergi begitu cepat."
Mengapa aku harus begitu peduli? Segala sesuatu selalu lebih mudah bila kita tidak terlalu peduli. Semakin kita peduli, semakin mudah kita kecewa.
Kecerdasan dan ketekunan, bila digabung jadi satu akan menghasilkan hal-hal luar biasa.
"You left her letterless," ujarnya. "Tidak ada keadaan yang lebih menyakitkan daripada sesuatu yang tanpa kata, Tommy. Tanpa penegasan, tanpa penjelasan, baik itu yang diucapkan maupun yang ditulis."
Algoritma neurosains manusia yang menjadi kunci jawabannya baru kupahami satu dekade kemudian. Bahwa bila perempuan tak pernah emosional, tak akan pernah ada reproduksi. Spesies ini akan punah dengan segera. Bahwa demikianlah cara semesta bekerja untuk menjaga kelangsungan hidup manusia, yang kuncinya ada dalam tubuh perempuan; dalam kerumitan-kerumitannya.
Bahkan, bila Dinar benar pun tak mengapa. Bila tak ada yang disebut takdir, bila hidup hanyalah rangkaian kebetulan semata, aku akan menciptakan kebetulan-kebetulan untuk diriku sendiri.
Dalam pekerjaanku, aku mendengar apa-apa yang tidak disuarakan orang. Merasakan apa-apa yang tersembunyi; detak jantung, irama napas, denyut nadi. Kesemuanya ini bercerita lebih banyak tentang kondisi psikis siapa pun. Dan seperti apapun mekanisme pertahanan diri yang mereka bangun, akan ada saat ketika orang tak mampu menyembunyikannya.
Rinduku bagai hutan kering yang seketika diguyuri hujan deras. Tetes-tetes dingin meresap ke dalam tanah—pencarianku tak sia-sia. Ini memang waktuku, for the love of everything. Semua orang pantas merasa seperti ini setidaknya satu kali dalam hidup; inilah saat ketika kebetulan kosmik yang ajaib itu berpihak padamu. Rasanya meamng seperti keberuntungan, pantas saja ia dinamakan demikian.
Dalam usia remajaku, aku berusaha berpikir memang seperti inilah siklus pertemanan. Seperti kami. Kita mengenal orang, kita menyukai orang, kita dan mereka tumbuh, kita dan mereka kadang tumbuh menjadi orang yang berbeda, saling menjauh, renggang, lalu kembali menjadi orang asing bagi satu satu lain.
Kapan sebuah harapan bisa terwujud persis seperti yang kita bayangkan? Rasanya tidak pernah.
Sejak menemukan Rora, pagi hari di hotel itu, aku berpikir kebetulan semesta berpihak kepadaku. Padahal aku sadar keberpihakan semesta akan selalu berayun-ayun setiap saat, seperti pendulum dan kita tak selalu memiliki kekuatan cukup besar untuk menarik ayunannya.
"Aku benar-benar menunggumu selama waktu itu, Tommy. Aku mencari setiap kemungkinan, setiap dan sekecil apapun kesempatan yang bisa membuatku bertemu dengan kamu lagi. Tapi apa-apa yang kemudian kuraih seperti selalu membawaku ke arah lain yang justru berlawanan, sehingga aku akhirnya berpikir mungkin kita memang tidak ditakdirkan. Kita itu semacam glitch. Entah kita saja yang begini, atau memang sistem dari spesies ini memang penuh kecacatan."
Pikirku, mungkin seperti inilah yang dirasakan Dinar saat ini terhadap tubuhnya sendiri. Ada bagian-bagian yang seharusnya melindungi kita, seperti harapan-harapan yang seharusnya memberikan kekuatan. Namun, di suatu saat mereka akan berbalik menyerang pemiliknya.Rasanya seperti pengkhianatan.
"Sebab hidup itu brutal. Ya kan, Tommy?" ujar Rora lagi, seperti membaca pikiranku. "Ada banyak hal yang mampu mengubah kita jadi orang-orang yang berbeda, seperti aku dan kamu sekarang. Tapi kita semua terbuat dari kenangan-kenangan, itulah sebabnya kita perlu sesekali pulang. Untuk merasakan diri kita yang dahulu. Atau harus selalu ada satu atau dua hal; mnemonik yang perlu mengingatkan kita pada diri kita yang lama. Yang masih polos, yang belum terkena pahit hidup, sebab energi itu dibutuhkan."
Mungkin memang benar kami hanyalah sebuah glitch, sebuah kesalahan dari sistem semesta yang seharusnya berjalan sesuai usaha kami. Atau mungkin benar yang dikatakan benar, segalanya ini hanya kebetulan-kebetulan belaka, yang kadang-kadang berpihak dan kadang-kadang tidak.Namun, aku telah menarik pendulumku sendiri. Ada kalanya ayunannya tak selalu seirama dengan takdir, dan itu tak mengapa.